SELAMAT DATANG

Selamat Datang di http://widodoalgani.blogspot.com
Semoga Bermanfaat.
Mohon tinggalkan komentar.

Selasa, 23 Agustus 2011

SIKSA KUBUR YANG MENGERIKAN

Manusia tidak akan pernah lepas dari siksa kubur... itu semua tergantung pada amal perbuatannya.... orang baik, insyaallah kuburnya juga baik.. orang jahat,,, pasti juga jahat....
Ayo.... kita renungkan.... masih berapa kah sisa umur kita????

Bagaimana dengan video di atas..........???
Ingat.... kematian akan segera menemui kita...... Besok.... or Lusa...



Klik aku di sini:


MENGUKUR KETENANGAN JIWA


MENGUKUR KETENANGAN JIWA

Segala puji bagi Allah atas berbagai macam nikmat yang Allah berikan. Shalawat dan salam atas suri tauladan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya dan para pengikutnya.
Untuk mencapai ke arah jiwa yang tenang, ia bukan suatu yang mudah dan bukan pula suatu yang mustahil. Untuk mendapatkannya ia perlu diusaha, dilatih bersungguh-sungguh secara berterusan dan aktif setiap hari melalui proses bimbingan dan panduan ke atas diri individu seperti membina sikap positif, sebagai contoh ”bertafakur“, seseorang memerlukan suasana yang tenang dan sunyi. Fikiran dikosongkan daripada peristiwa hidup. Senantiasa mengingati kuasa Tuhan. Tubuh badan berasa santai dan rehat secara fizikal dan emosional. Insya Allah jika diusahakan akan berjaya.
Selain dari pegangan dan amalan agama boleh membantu individu mendapatkan ketenangan. Agama memberi kekuatan iman dan keteguhan jiwa dengan adanya kepercayaan kepada kuasa dan pertolongan Tuhan. Dalam Islam sembahyang lima waktu dan sembahyang sunat boleh melegakan fikiran serta memberi harapan kepada individu berkenaan.
Wirid, berzikir, membaca Al-Quran boleh membantu menenangkan hati. Nikmat yang dapat dirasai melalui perkara-perkara tersebut ialah ketenangan batin dan ketenteraman jiwa. Pengalaman rohaniah ini membina kekuatan iman. Zikir mengajar individu supaya bertaqwa kepada Tuhan.
Firman Allah dalam surah Ar-Ra’du ayat 28
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Maksudnya:  ”Orang-orang yang beriman menjadi tenteram dengan mengingati Allah, ingatlah bahawa dengan mengingati Allah itu tenteramlah hati. “
Sebenarnya hati orang-orang yang beriman itu senang dan tenteram kerana selalu mengingati Allah diwaktu ditimpa malapetaka. Mereka ingat kepada Allah dan cepat insaf dan memeriksa kekhilafannya agar dapat diubahnya dimasa akan datang. Oleh sebab itu hilanglah dukacitanya berganti dengan gembira dan mengharapkan kurniaan Allah.
Begitu juga jika mereka mendapat anugerah (nikmat), mereka tidak sombong, malahan mengucapkan terima kasih kepada Allah. Sebab itu hati orang-orang yang beriman itu senang dan tenteram baik diwaktu susah ataupun gembira. Kesenangan hati itu ialah kebahagiaan yang sebenarnya. Sebab itu dalam Islam amat dipentingkan sekali menegakkan sembahyang lima kali sehari semalam kerana dalam sembahyang itulah kita mengingati Allah dan membersihkan jiwa. Nabi mengatakan bahawa sembahyang itu tempat ketenangan jiwanya dan kesenangan hatinya. Oleh yang demikian senanglah hati menghadapi segala kemungkinan dan kesulitan dalam masyarakat hidup di dunia ini.


Firman Allah dalam surah Al-Fajr ayat 27-30:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ إرْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي  وَادْخُلِي جَنَّتِي
Artinya: ”Wahai orang yang mempunyai jiwa yang sentiasa tenang tetap dengan kepercayaan dan bawaan baiknya, kembalilah kepada Tuhanmu dengan keadaan engkau berpuasa hati (dengan segala nikmat yang diberikan), lagi diredhai (disisi Tuhanmu), serta masuklah engkau dalam kumpulan hamba-hambaku  yang berbahagia, dan masuklah ke dalam syurgaku. “
TOLAK UKUR KETENANGAN JIWA
1.     Ketenangan jiwa yang tidak tergoyahkan ( Istiqomqh)
Jadi muslim yang beristiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun.
Istiqamah bukan hanya diperintahkan kepada manusia biasa saja, akan tetapi istiqamah ini juga diperintahkan kepada manusia-manusia besar sepanjang sejarah peradaban dunia, yaitu para Nabi dan Rasul. Perhatikan ayat berikut ini;
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya:    “Maka tetaplah (istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
            (Q.S. Hud:112)

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ  أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya:    “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S Al Ahqof :13-14).
2.     Tenang bila berdzikir kepada Alloh, SWT.
Kecemasan akan menjauhi orang yang selalu berdzikir karena merasakan Allah Swt selalu dekat dengan-Nya.”Ingatlah, dengan berdzikir kepada Allah hati akan tenang” (Q.S. 13:28). Dzikrullah akan membawa ketenangan batin karena ingat kepada Allah berarti ingat akan kekuasaan-Nya. Masalah seberat dan sebesar apa pun, sangat kecil dalam pandangan Allah. Orang yang berdzikir akan merasa malu pada Alloh sehingga tercegah untuk berbuat yang dapat membuat-Nya murka dan sebaliknya selalu berupaya melakukan amal saleh. Ia akan malu jika tidak shalat, tidak mengeluarkan zakat, tidak berpuasa, tidak naik haji padahal mampu, tidak berjuang membela agama Allah. Ia akan malu jika mengabaikan seruan Islam untuk berjihad, berinfak, bersedekah, berdakwah. Ia akan malu jika diam saja ketika banyak saudara seimannya yang menderita, dizhalimi musuh-musuh Allah.
Orang yang selalu dzikrullah di mana saja ia berada, dalam keadaan sendiri ataupun bersama orang lain, dan dalam kondisi apa saja, akan mendapat perlindungan-Nya. Sabda Nabi Saw,  “Orang yang bangun di pagi hari hanya dengan Allah di dalam pikirannya, maka Allah akan menjaganya di dunia ini dan di akhirat”.
3.     Terbebas dari rasa takut dan sedih
Manusia dalam hidupnya selalu merasa  takut dan sedih, oleh karena itu ia akan  ditimpa rasa gelisah, susah dan pesimis. Dimana jika dibiarkan berlarut-larut, bukan saja menimbulkan efek buruk bagi hati, lebih dari itu, ia akan membinasakan jasmani secara perlahan. Kelak manusia akan menghadapi siatuasi yang kacau balau saat-saat menghadapi hari perhitungan (yaum al hisab), ketika amal manusia ditimbang (mizan), saat nasib manusia ditentukan masuk surga atau neraka. Hanya Dia yang bisa memberi rasa aman. Pada saat itu hanya hamba-Nya yang mukmin saja yang akan mendapatkan rasa aman.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami adalah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendiriannya, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, ‘janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih. Bergembiralah kamu (dengan memperoleh) surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu. Kami pelindung-pelindung pada kehidupan di dunia dan akhirat. Di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu minta." (QS. Fushshilat: 30-31).


Klik aku di sini:

Minggu, 21 Agustus 2011

I’TIKAF

I'TIKAF

Segala puji bagi Allah atas berbagai macam nikmat yang Allah berikan. Shalawat dan salam atas suri tauladan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya dan para pengikutnya.
Para pembaca -yang semoga dimudahkan Allah untuk melakukan ketaatan-. Perlu diketahui bahwa sepertiga terakhir bulan Ramadhan adalah saat-saat yang penuh dengan kebaikan dan keutamaan serta pahala yang melimpah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu suri tauladan kita -Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu bersungguh-sungguh untuk menghidupkan sepuluh hari terakhir tersebut dengan berbagai amalan melebihi waktu-waktu lainnya.
I’tikaf dan Pensyari’atannya
I'tikaf dalam pengertian bahasa berarti berdiam diri yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan dalam pengertian syari'ah agama, I'tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr.
Qs. Al Baqarah, 125
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
Artinya:    Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud".
Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha- berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
Artinya:    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)
Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Artinya:    “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’, pen), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari & Muslim)
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال :كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعتكف العشر الأواخر من رمضان ، متفق عليه .
Artinya:    " Dari Ibnu Umar ra. ia berkata, Rasulullah saw. biasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan." (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
عن أبي هريرة رضى الله عنه قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يعتكف في كل رمضان عشرة أيام فلما كان العام الذي قبض فيه اعتكف عشرين يوما ـ رواه البخاري.
Artinya:    "  Dari Abu Hurairah R.A. ia berkata, Rasulullah SAW. biasa beri'tikaf pada tiap bulan Ramadhan sepuluh hari, dan tatkala pada tahun beliau meninggal dunia beliau telah beri'tikaf selama dua puluh hari. (Hadist Riwayat Bukhori).
Maka perhatikanlah apa yang dilakukan oleh suri tauladan kita! Lihatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah malah mengisi hari-hari terakir Ramadhan dengan berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan untuk persiapan lebaran (hari raya). Yang beliau lakukan adalah bersungguh-sungguh dalam melakukan ibadah seperti shalat, membaca Al Qur’an, dzikir, sedekah dan lain sebagainya.
Maka, kita harus merenungkan hal ini!
I’tikaf Harus di Masjid dan Boleh di Masjid Mana Saja
I’tikaf disyari’atkan dilaksanakan di masjid berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
Artinya: “(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” (QS. Al Baqarah [2]: 187)
Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.
Wanita Juga Boleh Beri’tikaf
Dibolehkan bagi wanita untuk melakukan i’tikaf sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri tercinta beliau untuk beri’tikaf. (HR. Bukhari & Muslim)
Namun wanita boleh beri’tikaf di sini harus memenuhi 2 syarat: [1] Diizinkan oleh suami dan [2] Tidak menimbulkan fitnah (masalah bagi laki-laki). (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/151-152)


Yang Membatalkan I’tikaf
Beberapa hal yang membatalkan i’tikaf adalah: [1] Keluar dari masjid tanpa alasan syar’i atau tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak (misalnya untuk mencari makan, mandi junub, yang hanya bisa dilakukan di luar masjid), [2] Jima’ (bersetubuh) dengan istri berdasarkan Surat Al Baqarah: 187 di atas. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/155-156)
Tujuan I'tikaf.
1.      Dalam rangka menghidupkan sunnah sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam rangka pencapaian ketakwaan hamba.
2.      Sebagai salah satu bentuk penghormatan kita dalam meramaikan bulan suci Ramadhan yang penuh berkah dan rahmat dari Allah swt.
3.      Menunggu saat-saat yang baik untuk turunnya Lailatul Qadar yang nilainya sama dengan ibadah seribu bulan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam surat 97:3.
4.      Membina rasa kesadaran imaniyah kepada Allah dan tawadlu' di hadapan-Nya, sebagai mahluk Allah yang lemah.
Rukun I'tikaf.
I'tikaf dianggap syah apabila dilakukan di masjid dan memenuhi rukun-rukunnya sebagai berikut :
1.      Niat. Niat adalah kunci segala amal hamba Allah yang betul-betul  mengharap ridla dan pahala dari-Nya.
2.      Berdiam di masjid. Maksudnya dengan diiringi dengan tafakkur, dzikir, berdo'a dan lain-lainya.
3.      Di dalam masjid. I'tikaf dianggap syah bila dilakukan di dalam masjid, yang biasa digunakan untuk sholat Jum'ah.
4.      Islam dan suci serta akil baligh.
Cara ber-I'tikaf.
1.      Niat ber-I'tikaf karena Allah.
2.      Berdiam diri di dalam masjid dengan memperbanyak berzikir, tafakkur, membaca do'a, bertasbih dan memperbanyak membaca Al-Qur'an.
3.      Diutamakan memulai I'tikaf setelah shalat subuh, sebagaimana hadist Rasulullah saw.
وعنها رضى الله عنها قالت كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أراد أن يعتكف صلى الفجر ثم دخل معتكفة "ـ متفق عليه .
Artinya: "Dan dari Aisyah, ia berkata bahwasannya Nabi saw. apabila hendak ber-I'tikaf beliau shalat subuh kenudian masuk ke tempat I'tikaf. (H.R. Bukhori, Muslim)
4.      Menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak berguna. Dan disunnahkan memperbanyak membaca:
أللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عنا
            Ya Allah sesungguhnya Engkau Pemaaf, maka maafkanlah daku.

Waktu I'tikaf.
1.      Menurut mazhab Syafi'i I'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu apa saja, dengan tanpa batasan lamanya seseorang ber-I'tikaf. Begitu seseorang masuk ke dalam masjid dan ia niat I'tikaf maka syahlah I'tikafnya.
2.      I'tikaf dapat dilakukan selama satu bulan penuh, atau dua puluh hari. Yang lebih utama adalah selama sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan sebagaimana dijelaskan oleh hadist di atas.
Hal-hal yang membatalkan I'tikaf.
1.      Berbuat dosa besar.
2.      Bercampur dengan istri.
3.      Hilang akal karena gila atau mabuk.
4.      Murtad (keluar dari agama).
5.      Datang haid atau nifas dan semua yang mendatangkan hadas besar.
6.      Keluar dari masjid tanpa ada keperluan yang mendesak atau uzur, karena maksud I'tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan tujuan hanya untuk ibadah.
7.      Orang yang sakit dan  membawa kesulitan dalam melaksanakan I'tiakf.
Hikmah Ber-I'tikaf .
1.      Mendidik diri kita lebih taat dan tunduk kepada Allah.
2.      Seseorang yang tinggal di masjid mudah untuk memerangi hawa nafsunya, karena masjid adalah tempat beribadah dan membersihkan  jiwa.
3.      Masjid merupakan madrasah ruhiyah yang sudah barang tentu selama sepuluh hari ataupun lebih hati kita akan terdidik untuk selalu suci dan bersih.
4.      Tempat dan saat yang baik untuk menjemput datangnya Lailatul Qadar.
5.      I'tikaf adalah salah satu cara untuk meramaikan masjid.
6.      Dan ibadah ini adalah salah satu cara untuk menghormati bulan suci Ramadhan.

Perbanyaklah dan sibukkanlah diri dengan melakukan ketaatan tatkala beri’tikaf seperti berdo’a, dzikir, dan membaca Al Qur’an. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengisi hari-hari kita di bulan Ramadhan dengan amalan sholih yang ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Klik aku di sini:

Senin, 01 Agustus 2011

PURITANISME KE RADIKALISME


PURITANISME KE RADIKALISME

Musim berburu teroris sedang bertalu-talu. Perburuan terhadap teroris terus digencarkan oleh aparat kepolosian lewat Densus 88. Penggrebekan demi penggrebekan terus dilakukan. Hingga kini masih ada DPO-DPO teroris yang belum tercokok. Kematian Osama bin Laden tak mengendurkan jihat melawat terorisme. Toh, masih tersingkap masih banyaknya gerakan bawah tanah dari kelompok teroris yang bersiap melancarkan aksinya. Ini pertanda bahwa teroris masih bercokol di negeri kita.
Berbagai penemuan bom pada 2011 ini menunjukkan bahwa generasi baru pelaku aksi terorisme telah lahir di negeri ini. Lebih dari itu, berbagai kasus bom itu juga membuktikan bahwa Indonesia kini sudah menjadi medan perang baru bagi pelaku aksi terorisme. Ya, diakui bahwa jaringan terorisme terus tumbuh di Indonesia. Pertumbuhan jaringan terorisme kini bahkan melahirkan generasi baru dengan ideologi, modus, dan sasaran serangan yang bergeser bila dibandingkan dengan jaringan sebelumnya.
Mereka mengorganisasi diri dalam kelompok kecil, sebagian dengan bom rakitan sederhana dan sasarannya indivual. Sementara, selama tahun 2011, ada serangkaian bom seperti bom buku, bom bunuh diri. Mungkin, para pelaku teror bom memahami akan suatu filsafat bahwa adalah kebenaran yang relative. Artinya kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia. Bagaimanapun penilaian tentang sesuatu kebenaran yang dianggap benar itu masih sangat tergantung oleh ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa lain, balumlah tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain, meskipun dalam kurun waktu yang sama. Sebaliknya sesuatu yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa tertentu dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman berikutnya.
Atau mungkin karena pandangan orang-orang pelaku bom itu sudah sangat ekstrim, sehingga menganggap polah tingkah masyarakat Indonesia belum sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga berusaha ingin memunculkan gerakan puritanisme (pemurnian Islam). Ajaran yang memelopori ini adalah wahabi.
Ajaran wahabisme sudah cukup lama tersiar. Di Indonesia, gerakan bawah tanah ini sudah ada pada era 1970-an. Awalnya, ajaran wahabisme digunakan sebagai ideologi negara di Kerajaan Arab Saudi guna memperkuat pertahanan menghadapi serangan musuh. Namun sayang, dalam perkembangan selanjutnya, gerakan ini menjadi liar dan sulit dikontrol pemerintah. Kabarnya pemerintah Saudi sendiri akhirnya mencoret sekaligus melarang wahabisme berkembang di negara itu.
Upaya tersebut ternyata kurang ampun menghentikan gerakan masif yang terlanjur menyebar ke seluruh wilayah sekaligus menciptakan teror-teror yang meresahkan masyarakat. Semakin meluasnya ajaran wahabisme tidak terlepas dari sokongan dana tidak terbatas berupa dana sosial dan zakat dari sederet orang kaya yang menjadi pengikutnya. Pengikut di Arab endiri sangat besar, karena ideologi inimerupakan gerakan bawah tanah yang sangat masif.
Wahabisme menggunakan masjid dan juga sektor pendidikan untuk menyebarluaskan ajarannya. Dakwah serta dana pendidikan yang tidak terbatas itu kemudian dimanfaatkan untuk membawa pesan ideologi wahabisme yang anti nasionalisme dan membenarkan kekerasan. Tujuan mereka jelas, membuat negara-negara berpenduduk Islam menjadi negara yang berasaskan Islam.
Tak pelak, semua komponen bangsa harus bergerak bersama, tak bisa semata bergantung pada pemerintah dan aparat saja. Gerakan tandingan berupa deradikalisasi perlu dilakukan oleh berbagai komponen bangsa ini. Ini jelas memerlukan suatu langkah nyata dalam membendung aksi radikalisme di Indonesia dengan melihat gejala-gejala di masyarakat yang dapat menumbuhkan benih radikalisme. Ormas-ormas maupun organisasi keagamaan dapat memberikan ide-ide baru dalam implementasi program deradikalisasi, mengingat masih banyaknya peluang-peluang gerakan radikalisme maupun terorisme yang dapat muncul di Indonesia.
Kita juga makin sadar betapa pentingnya peran dunia pendidikan dalam membendung bibit-bibit baru radikalisme maupun terorisme. Banyak deteksi bahwa para pelaku terorisme mulai memfokuskan perekrutan anggota baru di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pesantren, maupun universitas.
Selain terorisme, meningkatnya arus radikalisme agama di Indonesia akhir-akhir ini bisa ditengarai dengan memuncaknya aksi kekerasan yang menimpa Jama’ah Ahmadiyah Indonesia, perusakan gereja-gereja dan maraknya konflik antaragama di beberapa daerah. Pengaruh gerakan ini juga telah merambah ke dalam wilayah politik. Lahirnya era reformasi di Indonesia yang membuka kran kebebasan, semakin memudahkan mereka memasuki panggung perpolitikan. Gerakan semacam ini jika dibiarkan bisa berakibat pada pendangkalan makna agama. Karena agama yang semula mempunyai banyak sisi dan ragamnya, pelan-pelan telah direduksi menjadi simbol politik tertentu dan berwajah tunggal. Inilah yang selama ini menjadi keprihatinan para pembaharu agama.



TOLERANSI DALAM KEBUDAYAAN


TOLERANSI DALAM KEBUDAYAAN
Manusia diciptakan Allah Subhanahu wata’ala bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal di antara sesama. Perbedaan di antara manusia adalah sunnatullah yang harus selalu dipupuk untuk kemaslahatan bersama. Perbedaan tidak melahirkan dan menebarkan kebencian dan permusuhan. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (QS. Al Hujurat; 13).
Saling Menghormati Sesama
Sebagai makhluk sosial manusia mutlak membutuhkan sesamanya dan lingkungan sekitar untuk melestarikan eksistensinya di dunia. Tidak ada satu pun manusia yang mampu bertahan hidup dengan tanpa memperoleh bantuan dari lingkungan dan sesamanya.
Dalam konteks ini, manusia harus selalu menjaga hubungan antar sesama dengan sebaik-baiknya, tak terkecuali terhadap orang lain yang tidak seagama, atau yang lazim disebut dengan istilah toleransi beragama.
Toleransi beragama berarti saling menghormati dan berlapang dada terhadap pemeluk agama lain, tidak memaksa mereka mengikuti agamanya dan tidak mencampuri urusan agama masing-masing. Ummat Islam diperbolehkan bekerja sama dengan pemeluk agama lain dalam aspek ekonomi, sosial dan urusan duniawi lainnya. Dalam sejarah pun, Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam telah memberi teladan mengenai bagaimana hidup bersama dalam keberagaman. Dari Sahabat Abdullah ibn Amr, sesungguhnya dia menyembelih seekor kambing. Dia berkata, “Apakah kalian sudah memberikan hadiah (daging sembelihan) kepada tetanggaku yang beragama Yahudi? Karena aku mendengar Rasulullah berkata, “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga, sampai aku menyangka beliau akan mewariskannya kepadaku.” (HR. Abu Dawud). Sesungguhnya ketika (serombongan orang membawa) jenazah melintas di depan Rasulullah, maka beliau berdiri. Para Sahabat bertanya, “Sesungguhnya ia adalah jenazah orang Yahudi wahai Nabi?” Beliau menjawab, “Bukankah dia juga jiwa (manusia)?” (HR. Imam Bukhari). Sesungguhnya Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam berhutang makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan pakian besi kepadanya.” (HR. Imam Bukhari).
Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Dalam soal beragama, Islam tidak mengenal konsep pemaksaan beragama. Setiap diri individu diberi kelonggaran sepenuhnya untuk memeluk agama tertentu dengan kesadarannya sendiri, tanpa intimidasi.
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS. Yunus; 99-100). Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al Kahfi; 29)
Persoalan keyakinan atau beragama adalah terpulang kepada hak pilih orang per orang, masing-masing individu, sebab Allah Subhanahu wata’ala sendiri telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya. Manusia oleh Allah Subhanahu wata’ala diberi peluang untuk menimbang secara bijak dan kritis antara memilih Islam atau kufur dengan segala resikonya. Meski demikian, Islam tidak kurang-kurangnya memberi peringatan dan menyampaikan ajakan agar manusia itu mau beriman
Dalam sebuah Hadits, riwayat Ibnu Abbas, seorang lelaki dari sahabat Anshar datang kepada Nabi, meminta izin untuk memaksa dua anaknya yang beragama Nasrani agar beralih menjadi muslim. Apa jawab Nabi? Beliau menolak permintaan itu, sambil membacakan ayat yang melarang pemaksaan seseorang dalam beragama, yaitu Surah Al-Baqarah: 256:”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah; 256)
Dalam Aqidah Tidak Ada Toleransi
Jika dalam aspek sosial kemasyarakatan semangat toleransi menjadi sebuah anjuran, ummat Islam boleh saling tolong menolong, bekerja sama dan saling menghormati dengan orang-orang non Islam, tetapi dalam soal aqidah sama sekali tidak dibenarkan adanya toleransi antara ummat Islam dengan orang-orang non Islam.
Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam tatkala diajak ber-toleransi dalam masalah aqidah, bahwa pihak kaum Muslimin mengikuti ibadah orang-orang kafir dan sebaliknya, orang-orang kafir juga mengikuti ibadah kaum Muslimin, secara tegas Rasulullah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk menolak tawaran yang ingin menghancurkan prinsip dasar Aqidah Islamiyah itu. Allah Ta’ala berfirman: Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun; 1-6).
Dalam setiap melaksanakan sholat, sebenarnya ummat Islam telah diajarkan untuk selalu berpegang teguh terhadap aqidah Islamiyah dan jangan sampai keyakinan ummat Islam itu sedikit pun dirasuki oleh virus syirik, yaitu dengan membaca: “Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada yang menyekutui-Nya. Oleh karena itu aku diperintah dan aku termasuk orang-orang Islam.”
Kebenaran Islam sebagai satu-satunya agama yang sah harus selalu diyakini oleh kaum Muslimin dengan kadar keimanan yang teguh. Sama sekali tidak dibenarkan bahwa masing-masing agama memiliki kebenaran yang relatif, sebagaimana yang sekarang sedang digembar-gemborkan oleh kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) dan telah banyak merasuki jiwa generasi muda Islam. Bukankah Allah Subhanahu wata’ala telah menandaskan: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran; 85).
Siapa yang menginginkan kebahagiaan dan kemuliaan di dunia dan akhirat, tidak ada jalan kecuali beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala dan beribadah kepada-Nya. Kemuliaan itu tidak bisa dicapai dengan menyembah selain Allah Ta’ala. Kemuliaan hanya milik Allah semata. “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.” (Fatir; 10).
Seputar Natalan dan Doa Lintas Agama
Kekuatan musuh-musuh Islam terus bergerak aktif untuk melemahkan aqidah dan keyakinan generasi muda Islam. Melalui propagandanya yang dikemas dengan sangat rapi, mereka berusaha menciptakan keraguan dalam keyakinan ummat Islam. Batasan-batasan aqidah Islamiyah yang sedari awal telah begitu jelas dan nyata, antara yang hitam dan putih, antara yang haq dan batil, antara keimanan dan kekufuran, direduksi oleh mereka menjadi abu-abu dan remeng-remeng (tidak jelas).
Salah satu hal yang status hukumnya dibuat mereka menjadi kabur dan remeng-remeng bahkan dirubah total adalah masalah seputar natalan dan mengucapkan selamat natal kepada orang-orang Kristen.
Mengucapkan selamat natal itu sebenarnya punya makna yang mendalam dari sekadar basa-basi antar agama. Karena setiap upacara dan perayaan tiap agama memiliki nilai sakral dan berkaitan dengan kepercayaan dan akidah masing-masing. Oleh sebab itu masalah mengucapkan selamat kepada penganut agama lain tidak sesedarhana yang dibayangkan. Sama tidak sederhananya bila seorang mengucapkan dua kalimat syahadat. Betapa dua kalimat Syahadat itu memiliki makna yang sangat mendalam dan konsekuensi hukum yang tidak sederhana. Termasuk hingga masalah warisan, hubungan suami istri, status anak dan seterusnya. Padahal hanya dua penggal kalimat yang siapa pun mudah mengucapkannya.
Demikian pula pengucapan tahni`ah (ucapan selamat) natal kepada Nashrani juga memiliki implikasi hukum yang tidak sederhana. Memang benar bahwa kaum muslimin menghormati dan menghargai kepercayaan agama lain bahkan melindungi mereka yang zimmi. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah manakah batasan hormat dan ridha dalam masalah ini. Antara hormat dan ridha jelas tidak sama. Ridha adalah suatu hal dan ridha adalah yang lain.
Kita memang harus menghormati Nasrani karena memang hal itu merupakan kewajiban. Hak-hak mereka kita penuhi karena
itu kewajiban. Tapi memberi ucapan selamat, ini mempunyai makna ridha, artinya kita rela dan mengakui apa yang mereka yakini. Ini sudah jelas masuk masalah akidah. Dan inilah yang namanya batasan yang jelas yang tidak boleh sekali-kali dikaburkan.
Bila kita tidak mengucapkan selamat natal bukan berarti kita tidak ingin adanya persaudaraan dan perdamaian antar penganut agama. Bahkan sebenarnya tidak perlu lagi umat Islam ini diajari tentang toleransi dan kerukunan. Adanya orang Nasrani di Republik ini dan bisa beribadah dengan tenang selama ratusan tahun adalah bukti kongkrit bahwa umat Islam menghormati mereka. Toh mereka bisa hidup tenang tanpa kesulitan. Bandingkan dengan negeri di mana umat Islam menjadi kelompok minoritas. Bagaimana ummat Islam diteror, dipaksa, dipersulit, diganggu dan dianiaya. Dan fakta-fakta itu bukan isapan jempol. Hal itu terjadi dimana pun umat Islam yang minoritas, baik Eropa, Amerika, Australia dan sebagainya.
Walhasil, tidak mengucapkan selamat natal itu justru toleransi dan saling menghormati akidah masing-masing. Dan sebaliknya, saling memberi ucapan selamat justru menginjak-injak akidah masing-masing karena secara sadar kita melecehkan akidah yang kita anut.
Demikian pula halnya dengan doa bersama lintas agama yang akhir-akhir ini juga makin marak. Bahwa toleransi yang ditolelir adalah bentuk toleransi dalam wilayah sosial kemasyarakatan. Berdoa sejatinya bukan masalah sosial, melainkan justru merupakan intisari sebuah ibadah kepada Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana sabda Nabi: Rasulullah bersabda, “Doa adalah intisari ibadah.” (HR. Imam Tirmidzi).
Orang yang berdoa kepada Tuhannya, pasti dia meyakini bahwa Tuhannya adalah yang haq dan yang bisa mengabulkan permintaannya. Jadi, jika dalam forum doa bersama itu seorang Nasrani berdoa menurut keyakinannya dan orang Islam meng-amininya itu sama halnya orang Islam tersebut telah meyakini kepercayaan orang Nasrani, begitu juga sebaliknya. Wallahu a’lam bish showab.