PENDAHULUAN
Sejak tahun
1988 Indonesia menduduki urutan pertama sebagai negara
yang memiliki areal pertanaman kelapa terluas di dunia. Bahkan pada tahun 1990
luas arealnya mencapai 30,9 % dari total luas areal kelapa dunia. Meskipun
demikian tetapi produksinya hanya menduduki urutan kedua.
Adanya potensi
yang sangat besar ini harus dimanfaatkan agar tingkat pendapatan petani juga
dapat ditingkatkan. Namun, sampai saat ini masih ada beberapa kendala yang
menyebabkan pendapatan petani kelapa masih rendah. Kendalanya adalah pengolahan
bahan yang masih bersifat tradisional dan kurangnya industri pengolahan kelapa.
Masalah di atas menyebabkan petani tidak mempunyai alternatif lain untuk memasarkan kelapanya. Padahal dari
komoditi ini dapat diperoleh aneka olahan yang mempunyai nilai ekonomi dan
prospek pasar yang baik. Aneka olahan itu adalah arang batok, serat sabut
kelapa, kelapa parut kering (desiccated
coconut), gula kelapa, nata de coco, dan lain-lain,
Air kelapa
merupakan salah satu produk dari tanaman kelapa yang belum dimanfaatkan. Air
kelapa muda merupakan minuman yang sangat popular dan air kelapa dari buah yang
tua telah dicabangkan sebagai produk. Namun pemasarannya sangat terbatas
(Suhardiyono, 1993). Lebih lanjut dinyatakan oleh Rony Palungkung (1993) air
kelapa muda ini rasanya manis, mengandung mineral 4%, gula 2%, abu dan air.
Bila buah makin tua, maka airnya kurang manis. Air kelapa juga dapat digunakan
untuk berbagai keperluan. Selain sebagai penyegar tenggorokan, juga dapat
diolah menjadi sirup, nata de coco dan lain sebagainya.
Nata de Coco
adalah sejenis agar-agar yang mula-mula dihasilkan oleh beberapa daerah di
Filiphina, terutama di daerah Laguna dan Quezon. Dewasa ini beberapa negara
telah berhasil membuat bahan makanan ini dan merupakan bahan makanan yang
potensial bagi negara-negara penghasil kelapa.
Nata de Coco dibuat
dari air kelapa tua yang dihasilkan dari kegiatan beberapa jenis bakteri yang
dibubuhkan ke dalam air kelapa tersebut. bakteri yang digunakan untuk membuat
Nata de Coco adalah Leuconostoc
mesenteroides (Alaban, 1962), Acetobacter
aceti (Mendoza, 1953) atau Acetobacter xylinum
(Palo and Larve, 1954; Saturnino Dimaguila, 1967).
Dewasa ini
banyak penelitian yang mengembangkan produk Nata dengan bahan lain seperti buah
Nanas (Musa Hubeis, 1996), Molase (Farlinda Rusdiana, 1996), Limbah Tahu (Gatot
Budi Hartoyo, 1995), Nira Kelapa (Pusat Penelitian Kelapa Sumatera Utara dalam
buku San Afri Awang, 1991) dan juga banyak penelitian tentang Nata yang
mengarah pada formulasi pembuatan nata namun belum ada penelitian tentang
penggunaan berbagai macam konsentrasi starter.
Pada proses
pembuatan Nata de Coco terdapat proses inokulasi, yaitu
pemberian starter atau bibit ke dalam medium fermentasi. Pemberian starter
dilakukan dengan cara menuangkan hasil biakan bakteri ke dalam medium sebanyak
5% dari volume medium. Dan biakan bakteri tersebut merupakan hasil fermentasi
starter selama 3-5 hari. Penambahan starter ke dalam medium fermentasi sebanyak
5% tersebut merupakan batas minimal. Semakin banyak penambahan starter maka
akan semakin baik, karena dapat mempercepat fase adaptasi (Anonymous D, 1995).
PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Kelapa
Kelapa
dikenal sebagai tanaman serba guna karena seluruh bagian tanaman ini bermanfaat
bagi kehidupan manusia. Bagian-bagian tanaman kelapa yang sangat bermanfaat bagi
manusia antara lain batang, daun, bunga, buah dan air kelapa.
Menurut
P. Suhardiman (1993: 16) klasifikasi tanaman kelapa adalah:
Devisio = Spermatophyta
Sub Devisio = ANgiospermae
Sub Klas = Monocothiledoneae
Ordo = Palmoles
Familia = Palmae
Genus = Cocos
Species = Cocos nucivera L.
Tanaman
kelapa (Cocos nucivera L.) merupakan
tanaman tahunan termasuk familia Palmae dan dibagi menjadi tiga jenis
diantaranya ialah jenis kelapa dalam, genjah dan kelapa hibrida.
Pada
mulanya hanya ada dua varietas kelapa yang dikenal, yaitu varietas baru, yaitu
kelapa hibrida yang merupakan hasil persilangan antara varietas genjah (ibu)
dengan varietas dalam (bapak).
- Varietas Dalam
Varietas
ini terdapat di berbagai negara produsen kelapa. Varietas ini berbatang tinggi
dan besar, tingginya mencapai 30 m atau lebih. Kelapa dalam mulai berbuat
agak lambat, yaitu antara 6-8 tahun setelah tanam. Umurnya dapat mencapai 100
tahun lebih.
Keunggulan
varietas ini adalah:
-
Produk kopranya lebih tinggi, yaitu sekitar 1 ton kopra/ha/tahun pada
umur sekitar 10 tahun,
-
Daging buah tebal dan keras dengan kadar minyak yang tinggi, dan
-
Lebih tahan terhadap hama dan penyakit.
Sedang
kekurangannya adalah:
-
Lambat berbuah (6-7 tahun setelah tanam).
-
Produksi tandan buah sedikit, yaitu sekitar 11 tandan/pohon/tahun.
-
Produktivitas sekitar 90 butir/pohon/tahun, dan
-
Habitus tanaman lebih tinggi, yaitu sekitar 20 m pada umur 50 tahun.
- Varietas Genjah
Tanaman
kelapa varietas genjah berbatang ramping, tinggi batang mencapai 5 m atau lebih, masa berbuah 3-4 tahun
setelah tanam, dan dapat mencapai umur 50 tahun.
Kelebihan
varietas genjah adalah:
-
Lebih cepat berbuah (3-4 tahun setelah tanam),
-
Produksi tandan buah lebih banyak, yaitu sekitar 18 tandan/pohon/tahun,
-
Habitus tanaman pendek, sekitar 10 m pada umur 40 tahun
-
Produktivitasnya sekitar 140 butir/pohon/tahun
Sedang
kekurangannya adalah:
-
Produksi kopra rendah, sekitar 0,5 ton/ha/tahun pada umur 10 tahun,
-
Daging buah tebal, rapuh, dan kandungan minyaknya rendah,
serta
serta
-
Peka terhadap gangguan hama dan penyakit.
- Varietas Hibrida
Kelebihan
varietas hibrida adalah:
-
Lebih cepat berbuah (3-4 tahun setelah tanam),
-
Produksi kopra tinggi, sekitar 6-7 ton/hektar/tahun, pada umur 10
tahun,
-
Produktivitas buah lebih besar, sekitar 140 butir/pohon/tahun,
-
Daging buah tebal, keras dan kandungan minyaknya tinggi,
-
Habitus tanaman sedang, serta
-
Lebih tahan terhadap gangguan hama dan penyakit.
B. Nilai Gizi Nata de Coco
Menurut
Anonymous d (1995 : 37) kandungan gula atau karbohidrat merupakan komponen terpenting
dalam pembuatan Nata de coco. Air kelapa ternyata mengandung glukosa, fruktosa,
sorbitol, s-inosi-tol dan sinositol yang menjadi sumber makanan bagi Acetobacter xylinum, membentuk gel pada
permukaan air dari larutan yang mengandung gula. Dimana gula tersebut
dikonversikan oleh bakteri menjadi massa yang sangat viscous (kental). Nata de
Coco juga merupakan sellulose yang di bawah mikroskop nampak seperti massa fibril tidak beraturan yang menyerupai
benang atau kapas.
Rony
Palungkun (1993 : 99) disebutkan Thimann (1962) menjelaskan bahwa Nata de Coco terjadi karena proses pengambilan
glukosa dari larutan gula atau gula dalam air kelapa oleh sel-sel Acetobacter xylinum. Kemudian glukosa
tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor (penciri nata) pada
membran sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan
bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi sellulosa di luar sel.
Nata
de coco dapat digolongkan sebagai makanan berkalori rendah, sehingga cocok
untuk menolong penderita diabetes, sebagai bahan makanan diet bagi orang-orang
yang kegemukan. Nata de Coco berbentuk padat, putih, dan rasanya menyerupai
kolang-kaling dengan kandungan lemak 0,2%, karbohidrat 36%, kalsium 12 mg,
phosphor 2%, kalori 146 cal dan Fe 0,5 mg, untuk setiap 100 gr nata. Nata
tersusun dari polisakarida, mungkin dextrose, dengan kadar gula 7-10% (Djoehana
Setyomidjojo, 1991).
C. Mikroorganisme Penghasil Nata
Sebenarnya
nata merupakan bacterial cellulose atau sellulosa sintesis yaitu bakteri asam
asetat yang sedikit memerlukan udara. Dalam medium air bakteri Acetobacter memerlukan udara, sedangkan Acetobacter xylinum membentuk suatu
lapisan atau massa yang dapat mencapa ketebalan beberapa sentimeter, berstruktur kenyal,
berwarna putih, dan tembus pandang. Sellulosa yang terbentuk sebagai hasil
aktivitas bakteri berasal dari glukosa, dan glukosa sendiri dihasilkan oleh
pecahan sukrosa. Sedangkan sellulosa merupakan produk samping bakteri berbentuk
kapsul yang membungkus bakteri, yang pada akhirnya bakteri terperangkap dalam massa fibrilliar hasil aktivitasnya
(Anonimous d, 1995: 27).
Mikroorganisme
Penghasil nata termasuk bakteri asam asetat yang dapat membentuk asam asetat
melalui proses oksidasi metal alkohol menjadi asam asetat dan mampu
mengoksidasi komponen-komponen organik lain, termasuk asam asetat sendiri.
Sifat bakteri ini gram negatif berbentuk batang, aerobic dan biasanya katalase
negatif. Sifat-sifat spesifiknya adalah mampu mengoksidasi ethanol menjadi asam
asetat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk industri vinegar, juga dapat
membentuk kapsula yang dapat dipergunakan untuk industri pangan yaitu pada Acetobacter xylinum (Kapti Rahayu dkk.,
1989: 52).
D. Prospek Nata de Coco
Nata
de Coco merupakan makanan khas dari Philiphina, berwarna putih, transparan dan
kenyal. Dikonsumsi sebagai makanan penyegar pencucimulut, dan biasanya
disajikan dalam fruit cocktail, es krim, yogurt atau cukup dimakan dengan
sirup. Nata de Coco adalah sejenis
agar-agar yang mula-mula dihasilkan di Laguna dan Quezon, dewasa ini beberapa
negara telah berhasil membuat makanan ini termasuk Indonesia.
Produk
Nata de Coco ini belum dieksport, akan tetapi pasaran domestik cukup baik. Saat
ini Nata de Coco sudah banyak dijual di toko serba ada maupun di toko-toko lain
di kota-kota besar, sehingga tidak menutup kemungkinan suatu saat Nata de Coco
menjadi salah satu komoditi eksport mengikuti jejak produk olahan kelapa
lainnya. Potensi eksport produk olahan Nata de Coco adalah Amerika Serikat dan
Jepang yang mencapai harga $ 1,51 /kg FOB.
E. Faktor-faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Pembuatan Produk Nata de
Coco
Untuk
membuat produk Nata de Coco yang baik dan berkualitas, perlu adanya usaha
maksimal dalam pengolahannya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
dalam pembuatan Nata de Coco, antara lain:
1.
Penyediaan Wadah Fermentasi
Wadah
untuk tempat media fermentasi diusahakan bebas dari segala macam mikroba
kecuali mikroba inokulen. Oleh karena itu perlu pensterilan wadah melalui
perebusan dapat pula dilakukan dengan memberikan uap panas. Menurut Anonymous
(1996: 24) wadah fermentasi juga tidak boleh terbuat dari unsur-unsur logam
karena mudah korosif/berkarat pada suasana asas yang dapat mengganggu aktivitas
Acetobacter xylinum. Untuk itu lebih
baik digunakan wadah plastik/bak. Pada umumnya digunakan bak plastik yang
berwarna hitam sebab intensitas cahaya juga sangat mempengaruhi.
2.
Penyediaan Bahan Media Fermentasi
Bahan
dasar media fermentasi juga diharuskan steril. Pensterilan bahan dilakukan
melalui pemanasan (perebusan) dengan suhu 100°C selama 15 menit agar mikroba-mikroba
yang dapat mencemari terbunuh (Anonymous b, 1996: 25).
3.
Suhu yang dibutuhkan
Suhu
optimum yang diperlukan dalam pembuatan Nata de Coco adalah suhu kamar (28°C). suhu yang terlalu tinggi ataupun
terlalu rendah akan menghasilkan nata yang kurang berkualitas atau aktivitas
kerja Actobacter xylinum terhambat
(Anonymous c, 1996: 11).
4.
Pengaturan pH
Derajat
keasaman medium yang ideal dalam pembentukan Nata de Coco adalah 3-5 (dalam
suasana asam) untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Hal ini disebabkan Acetobacter xylinum merupakan bakteri
asam asetat yang hanya mampu tumbuh pada medium yang bersuasana asam (Aninymous
c, 1996: 24).
5.
Penutup Wadah
Selama
proses fermentasi, wadah harus tertutup rapat agar kotoran yang terbawa udara
luar tidak dapat mencemari medium fermentasi. Dalam pembuatan Nata de Coco ini
pada umumnya penutup wadah menggunakan kertas koran, sebab sekalipun wadah
tertutup rapat namun sirkulasi udara tetap berjalan dengan lancar. Hal ini
dikarenakan Acetobacter xylinum
merupakan bakteri aerob yang dalam pertumbuhannya tetap memerlukan udara
(oksigen).
6.
Kondisi Ruang Pemeraman
Dalam
melakukan proses pemeraman, kondisi ruang tempat pemeraman harus pula
diperhitungkan. Selama pembentukan Nata de Coco berlangsung, lingkungan sekitar harus
tenang, jauh dari sumber panas, gerakan dan kegaduhan serta ancaman lain
seperti binatang. Akibat adanya goncangan akan menenggelamkan lapisan Nata de
Coco yang terbentuk dan akan memulai membentuk lapisan yang baru lagi,
sedangkan kedua lapisan tersebut tidak dapat bersatu kembali (Anomyous c, 1996:
24). Selain itu pula diusahakan wadah jangan sampai berhubungan langsung dengan
tanah, lebih baik jika disediakan rak-rak tempat pemeraman.
F. Pengolahan Nata de Coco
Pengolahan
Nata de Coco terdiri dari 2 tahap, yaitu pembuatan cairan bibit (starter) dan
pembuatan Nata de Coco.
1.
Tahap Pembuatan Biakan Murni (Starter)
Bahan dan alat
yang diperlukan:
–
Yeast ekstrak agar : 0,25 g
–
K2HSO4 :
0,50 / 0,39 g
–
Mg SO4 :
0,06 g
–
Gula Pasir : 10 g
–
Agar-agar : 2 g
–
Air kelapa : 100 ml
–
Air bersih :
secukupnya
–
Cuka :
secukupnya
–
Biakan murni Acetobacter (dapat
dibeli di balai penelitian Kimia)
–
Panci, Kompor, Dandang (autoklaf) dan botol.
Cara membuatnya:
–
Campurkan semua bahan (kecuali cuka dan biakan murni) lalu encerkan
dengan air bersih
–
Panaskan adonan tersebut agar bahan cepat larut.
–
Setelah semua bahan-bahan larut, adonan didinginkan kembali lalu
tambahkan asam cuka hingga pHnya mencapai 4,5
–
Adonan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C, tekanan 15 lbs (6,8 kg) selama 15 menit. Jika autoklaf tidak
bersedia, sterilisasi dilakukan dengan menggunakan dandang.
–
Dalam keadaan panas, masukkan adonan tersebut ke dalam botol atau
tabung reaksi yang sebelumnya telah disterilkan. Kemudian didiamkan dalam
posisi miring sampai beku. Adonan beku tersebut dinamakan media agar miring.
–
Selanjutnya media agar miring diinokulasi dengan biakan murni Acetobacter xylinum atau Acetobacter aceti dan simpan bahan
tersebut dalam ruangan yang aman selama 5 hari. Bakteri akan tumbuh di atas
permukaan media agar. Supaya biakan murni dapat bertahan, maka setiap sebulan
sekali dipindahkan ke dalam media Yeast Ekstrak agar yang baru.
2.
Tahap Pembuatan Nata de Coco
Dalam pembuatan
Nata de Coco dibutuhkan alat dan bahan sebagai berikut:
–
Air kelapa 1 liter
–
Natrium benzoate (pengawet) 100 g/kg nata
–
Gula pasir 675 g
–
Asam cuka secukupnya
–
Air dan esence secukupnya
–
Saringan, kompor, panci, wadah plastik, bak plastik, pisau dan kantong
plastik.
Cara pembuatannya:
–
Siapkan air kelapa yang telah disaring dan bebas dari kotoran.
–
Panaskan air kelapa tersebut, agar mikroba-mikroba yang dapat mencemari
terbunuh.
–
Sementara dipanaskan, tambahkan gula sebanyak7,5% dari jumlah air
kelapa untuk 1 liter air kelapa dibutuhkan 75 g gula.
–
Setelah itu larutan didinginkan dan ditempatkan dalam wadah yang sudah
disterilkan lalu tambahkan asam cuka hingga keasaman larutan mencapai pH 4-5.
–
Larutan diinokulasi dengan cairan bibit (starter) lalu diperam selama 2
minggu dalam ruangan yang tertutup. Selama 2 minggu dalam ruangan yang
tertutup. Selama pemeraman, wadah harus tertutup rapat dengan plastik atau
kertas koran.
–
Setelah pemeraman, laurtan tersebut akan menggumpal membentuk nata de
coco yang siap dipanen.
–
Potong Nata de Coco tersebut menjadi bagian kecil berbentuk kubus,
tiriskan, rendam dalam air bersih 2-3 hari untuk menghilangkan asamnya. Air
rendamannya diganti tiap hari dengan air yang bersih. Kemudian dimasak atau
didihkan selama 10 menit lalu ditiriskan lagi.
–
Agar manis dan daya simpannya tahan lama, potongan-potongan nata de
coco direndam dalam larutan gula dengan perbandingan 600 gr gula : 1,5 liter air, kemudian ditambahkan pengawet
natrium benzoate sebanyak 100 mg untuk setiap kg nata de coco. Perendaman
dilakukan selama 1 malam agar gula dan pengawet dapat meresap dengan baik.
–
Agar aromanya memikat, larutan rendaman dapat ditambah essence
secukupnya.
–
Setelah perendaman, masukkan nata de coco ke botol-botol jar yang sudah
disterilkan atau dikemas dalam plastik. Masukkan juga air rendaman tersebut
dengan perbandingan 3 : 1.
P E N U T U P
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis dapat
menyimpulkan beberapa kesimpulan antara lain:
1.
Kelapa adalah salah satu komoditi ekspor
yang menjanjikan bagi negara Indonesia
yang merupakan salah satu penghasil dan pengekspor kelapa besar di dunia.
2.
Nata de Coco adalah salah satu hasil
kelapa yang banyak mengandung karbohidrat, protein, lemak dan minyak, mempunyai
serat yang kasar dan kadar air yang cukup tinggi sangat baik untuk tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Husein, SKM. 2002. Pengolahan
Limbah Cair Industri Nata de Coco, Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik
Yogyakarta.
Setyawidjaja Djoehana, 1993. Bertanam
Kelapa. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Suhardiyono. 1995. Tanaman Kelapa . Kanisius. Yogyakarta.
Rohman
Ansori. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcarna. Yogyakarta.
Winarno. F.G. 1992. Kimia Pangan dan
Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Klik aku di sini:
mg bermanfaat gan..
BalasHapus