PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM
A.
Pendahuluan
Meskipun ada kesamaan timbulnya kegiatan ekonomi, yakni disebabkan oleh
adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Namun karena cara manusia dalam
memenuhi alat pemuas kebutuhan dan cara mendistribusikan alat kebutuhan
tersebut didasari filosofi yang berbeda, maka timbullah berbagai bentuk sistem
dan praktik ekonomi dari banyak negara di dunia. Perbedaan ini tidak terlepas
dari pengaruh filsafat, agama, ideologi, dan kepentingan politik yang mendasari
suatu negara penganut sistem tersebut.
Ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia
sebagai hubungan antara tujuan dan sarana langka yang memiliki
kegunaan-kegunaan alternatif. Ilmu ekonomi adalah studi yang mempelajari
cara-cara manusia mencapai kesejahteraan dan mendistribusikannya.
Kesejahteraan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang memiliki nilai dan
harga, mencakup barang-barang dan jasa yang diproduksi dan dijual oleh para
pebisnis.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kemudian barang-barang dan jasa itu
(kekayaan) itu dibagi-bagikan. Cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk
menjawab pertanyaan ini dengan menentukan
sistem ekonomi yang diterapkan. Setidaknya dalam praktik ada lima sistem ekonomi
yang dikenal masyarakat
dunia, yakni:
B.
Kapitalisme
Faham Kapitalisme berasal dari Inggris abad 18, kemudian menyebar ke Eropa
Barat dan Amerika Utara. Sebagai akibat dari perlawanan terhadap ajaran
gereja, tumbuh aliran pemikiran liberalisme di negara-negara Eropa Barat.
Aliran ini kemudian merambah ke segala bidang termasuk bidang ekonomi. Dasar
filosofis pemikiran ekonomi Kapitalis bersumber dari tulisan Adam Smith dalam
bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations
yang ditulis pada tahun 1776. Isi buku tersebut sarat dengan pemikiran-pemikiran tingkah laku ekonomi
masyarakat. Dari dasar filosofi tersebut kemudian menjadi sistem ekonomi, dan
pada akhirnya kemudian mengakar menjadi ideologi yang mencerminkan suatu gaya
hidup (way of life).
Smith berpendapat motif manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah atas
dasar dorongan kepentingan pribadi, yang bertindak sebagai tenaga pendorong
yang membimbing manusia mengerjakan apa saja asal masyarakat sedia membayar
"Bukan berkat kemurahan tukang daging, tukang pembuat bir, atau tukang
pembuat roti kita dapat makan siang," kata Smith "akan tetapi karena
mereka memperhatikan kepentingan pribadi mereka. Kita berbicara bukan kepada
rasa perikemanusiaan mereka, melainkan kepada cinta mereka kepada diri mereka
sendiri, dan janganlah sekali-kali berbicara tentang keperluan-keperluan
kita, melainkan tentang keuntungan-keuntungan mereka." (Robert L.
Heilbroner;1986, UI Press).1
Motif kepentingan individu yang didorong oleh filsafat liberalisme kemudian
melahirkan sistem ekonomi pasar bebas, pada akhirnya melahirkan ekonomi
Kapitalis.
Milton H. Spencer (1977), menulis dalam bukunya Contemporary Economics:
"Kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi ekonomi yang dicirikan
oleh hak milik privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi (tanah,
pabrik-pabrik, jalan-jalan kereta api, dan sebagainya) dan pemanfaatannya untuk
mencapai laba dalam kondisi-kondisi yang sangat kompetitif."
Lembaga hak milik swasta merupakan elemen paling pokok dari kapitalisme.
Pemberian hak pemilikan atas harta kekayaan memenuhi tiga macam fungsi ekonomi
penting:
Para individu memperoleh perangsang agar aktiva mereka dimanfaatkan
seproduktif mungkin.
Hal tersebut sangat mempengaruhi distribusi kekayaan serta pendapatan
karena individu-individu diperkenankan untuk menghimpun aktiva dan
memberikannya kepada para ahli waris secara mutlak apabila mereka meninggal
dunia.
Ia memungkinkan laju pertukaran yang tinggi oleh karena
orang memiliki hak pemilikan atas barang-barang sebelum hak
tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain.
Dengan demikian kapitalisme sangat erat hubungannya dengan pengejaran
kepentingan individu. Bagi Smith bila setiap individu diperbolehkan
mengejar kepentingannya sendiri tanpa adanya campur tangan pihak pemerintah,
maka ia seakan-akan dibimbing oleh tangan yang tak nampak (the invisible
hand), untuk mencapai yang terbaik pada masyarakat. Kebebasan ekonomi
tersebut juga diilhami oleh pendapat Legendre yang ditanya oleh Menteri
keuangan Perancis pada masa pemerintahan Louis XIV pada akhir abad ke
17, yakni Jean Bapiste Colbert. Bagaimana kiranya pemerintah dapat
membantu dunia usaha, Legendre menjawab: "Laissez nous faire"
(jangan mengganggu kita, [leave us alone]), kata ini dikenal kemudian sebagai laissez
faire. Dewasa ini prinsip laissez faire diartikan sebagai tiadanya
intervensi pemerintah sehingga timbullah: individualisme ekonomi dan kebebasan
ekonomi
Dengan kata lain dalam sistem ekonomi kapitalis berlaku "Free Fight
Liberalism" (sistem persaingan bebas). Siapa yang memiliki dan
mampu menggunakan kekuatan modal (Capital) secara efektif dan efisien
akan dapat memenangkan pertarungan dalam bisnis. Paham yang mengagungkan kekuatan
modal sebagai syarat memenangkan pertarungan ekonomi disebut sebagai
Capitalisme.
C.
Sosialisme
Dalam kehidupan sehari-hari istilah sosialisme digunakan dalam banyak
arti. Istilah sosialisme selain digunakan untuk menunjukkan sistem
ekonomi, juga digunakan untuk menunjukkan aliran filsafat, ideologi, cita-cita,
ajaran-ajaran atau gerakan. Sosialisme sebagai gerakan ekonomi muncul
sebagai perlawanan terhadap ketidak adilan yang timbul dari sistem kapitalisme.
John Stuart Mill (1806-1873), menyebutkan sebutan sosialisme menunjukkan
kegiatan untuk menolong orang-orang yang tidak beruntung dan tertindas dengan
sedikit tergantung dari bantuan pemerintah.
Sosialisme juga diartikan sebagai bentuk perekonomian di mana pemerintah
paling kurang bertindak sebagai pihak dipercayai oleh seluruh warga masyarakat,
dan menasionalisasikan industri-industri besar dan strategis seperti
pertambangan, jalan-jalan, dan jembatan, kereta api, serta cabang-cabang produk
lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam bentuk yang paling
lengkap sosialisme melibatkan pemilikan semua alat-alat produksi, termasuk di
dalamnya tanah-tanah pertanian oleh negara, dan menghilangkan milik swasta
(Brinton:1981).
Dalam masyarakat sosialis hal yang menonjol adalah kolektivisme atau rasa
kerbersamaan. Untuk mewujudkan rasa kebersamaan ini, alakosi produksi dan
cara pendistribusian semua sumber-sumber ekonomi diatur oleh negara.
D.
Komunisme
Komunisme muncul sebagai aliran ekonomi, ibarat anak haram yang tidak
disukai oleh kaum Kapitalis. Aliran ekstrim yang muncul dengan tujuan yang sama
dengan sosialisme, sering lebih bersifat gerakan ideologis dan mencoba
hendak mendobrak sistem kapitalisme dan sistem lain yang telah
mapan.
Kampiun Komunis adalah Karl Marx, sosok yang amat membenci Kapitalisme ini
merupakan korban dan saksi sejarah, betapa ia melihat para anak-anak dan
wanita-wanita -termasuk keluarganya- yang di eksploitir para kapitalis sehingga
sebagian besar dari mereka terserang penyakit TBC dan tewas, karena beratnya penderitaan
yang mereka alami. Sementara hasil jerih payah mereka dinikmati oleh para
pemilik sumber daya (modal) yang disebutnya kaum Bourjuis.
Di ilhami pendapat Hegel yang menyatakan bahwa perubahan historis merupakan
hasil kekuatan-kekuatan yang bertentangan satu sama lain. Pertentangan tersebut
pada dasarnya bersifat ekonomis atau materialistis, dengan demikian
faktor-faktor ekonomi menurut Marx mejadi sebab pokok terjadinya
perubahan.
Kata Komunisme secara historis sering digunakan untuk menggambarkan
sistem-sistem sosial di mana barang-barang dimiliki secara bersama-sama dan
didistribusikan untuk kepentingan bersama sesuai dengan
kebutuhan masing-masing anggota masyarakat.
Produksi dan konsumsi bersama berdasarkan kapasitas ini
merupakan hal pokok dalam
mendefinisikan
paham komunis, sesuai dengan motto mereka: from
each according to his abilities to each according to his needs (dari setiap
orang sesuai dengan kemampuan, untuk setiap orang sesuai dengan kebutuhan).3
Walaupun tujuan sosialisme dan komunisme sama, tetapi dalam mencapai tujuan
tersebut sangat berbeda. Komunisme adalah bentuk paling ekstrem dari
sosialisme. Bentuk sistem perekonomian yang didasarkan atas sistem, di mana
segala sesuatunya serba dikomando. Begitu juga karena dalam sistem
komunisme negara merupakan penguasa mutlak, perekonomian komunis sering juga
disebut sebagai "sistem ekonomi totaliter", menunjuk pada suatu
kondisi sosial di mana pemerintah main paksa dalam menjalankan
kebijakan-kebijakannya, meskipun dipercayakan pada asosiasi-asosiasi dalam
sistem sosial kemasyarakatan yang ada. Sistem ekonomi totaliter dalam
praktiknya berubah menjadi sistem otoriter, dimana sumber-sumber ekonomi
dikuasai oleh segelintir elite yang disebut sebagai polit biro yang terdiri
dari elite-elite penguasa partai Komunis.
E.
Fasisme
Fasisme muncul dari filsafat radikal yang muncul dari revolusi industri
yakni sindikalisme. Eksponen sindikalisme adalah George Sorel (1847-1922).
Para penganjur sindikalisme menginginkan reorganisasi masyarakat menjadi: asosiasi-asosiasi
yang mencakup seluruh industri, atau sindikat-sindikat pekerja
Mereka menganjurkan agar ada sindikat-sindikat pabrik baja yang dimiliki
dan dioperasikan oleh para pekerja di dalam industri batu bara, dan
begitu pula halnya pada industri-industri lain.
Dengan demikian sindikat-sindikat yang ada pada dasarnya merupakan
serikat-serikat buruh akan menggantikan negara. Dalam sistem ekonomi fasisme,
pemerintah melakukan pengendalian dalam bidang produksi, sedangkan kekayaan
dimiliki oleh pihak swasta.
Dalam praktik Fasisme dan Komunisme adalah dua gejala dari penyakit yang
sama. Keduanya sering dikelompokkan sebagai sistem totaliter. Keduanya sama
dalam hal pemerintahan, yaitu kediktatoran satu partai.
F.
Islam
Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh
mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun
antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern. Andaipun ada perbedaan
itu terletak pada sifat dan volumenya (M. Abdul Mannan; 1993). Itulah sebabnya
mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ilmu ekonomi dapat dikemukakan dengan
memperhatikan penanganan masalah pilihan.
Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada
macam-macam tingkah masing-masing individu. Mereka mungkin atau mungkin
juga tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam
ilmu ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan
sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada
pembatasan yang serius berdasarkan ketetapan kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah
atas tenaga individu. Dalam Islam, kesejahteraan sosial dapat
dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa,
sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya, tidak seorang pun lebih baik
dengan menjadikan orang lain lebih buruk di dalam kerangka Al-Qur’an atau
Sunnah.
Suka atau tidak, ilmu ekonomi Islam tidak dapat berdiri netral di antara
tujuan yang berbeda-beda. Kegiatan membuat dan menjual minuman alkohol dapat
merupakan aktivitas yang baik dalam sistem ekonomi modern. Namun hal ini tidak
dimungkinkan dalam negara Islam.
Seluruh lingkaran aktivitas ekonomi dapat dijelaskan dengan bantuan dua
grafik dibawah sebagai berikut:4
(A)
Ilmu
Ekonomi Islam
|
(B)
Ilmu
Ekonomi Modern
|
||
A.
(1) Manusia (sosial namun religius)
|
B
(1) Manusia (sosial)
|
||
A. (2) Kebutuhan- kebutuhan tidak
terbatas
|
A.
(3) Kekurangan sarana
|
B. (2) Kebutuhan- kebutuhan tidak
terbatas
|
B.
(3) Kekurangan sarana
|
(E)
masalah-masalah ekonomi
|
(E)
masalah-masalah ekonomi
|
||
A. (4) Pilihan di antara alternatif
(dituntun oleh nilai Islam)
|
B. (4) Pilihan di antara alternatif (dituntun oleh kepentingan
individu)
|
||
A. (5) Pertukaran terpadu dan transfer
Satu arah (dituntun oleh etika Islami, kekuatan bukan pasar)
|
B. (5) Pertukaran dituntun oleh
kekuatan pasar
|
||
Jadi ringkasnya, dalam ilmu ekonomi Islam kita tidak hanya mempelajari
individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religiusnya [A(1)].
Hal ini disebabkan karena banyaknya kebutuhan [A(2)/B(2)] dan kurangnya sarana
(A3/B3), maka timbullah masalah ekonomi (E). Masalah ini pada dasarnya
sama baik dalam ekonomi modern maupun ekonomi Islam. Namun perbedaan timbul
berkenan dengan pilihan. Ilmu ekonomi Islam dikendalikan oleh nilai-nilai
dasar Islam A (4) dan ilmu ekonomi modern sangat dikuasai oleh kepentingan diri
si individu B (4). Yang membuat ilmu ekonomi Islam benar-benar berbeda
ialah sistem pertukaran dan transfer satu arah yang terpadu mempengaruhi alokasi
kekurangan sumber-sumber daya, dengan demikian menjadikan proses pertukaran
langsung relevan dengan kesejahteraan menyeluruh (A/5) yang berbeda hanya dari
kesejahteraan ekonomi (B/5).
Faktor-faktor
Produksi dan Konsep Pemilikan
Produksi berarti diciptakannya manfaat, produksi tidak diartikan sebagai
menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun dapat
menciptakan benda. Yang dapat dilakukan oleh manusia hanyalah membuat
barang-barang menjadi berguna, disebut sebagai "dihasilkan." Prinsip
fundamental yang harus diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip
kesejahteraan ekonomi. Tidak ada perbedaan sudut pandang apa yang menjadi
faktor-faktor produksi dalam pandangan ekonomi umum dengan ekonomi Islam yakni,
Tanah, Tenaga kerja, Modal dan Organisasi dipandang sama sebagai faktor-faktor
produksi. Perbedaan keduanya adalah dari sudut pandang perlakuan faktor-faktor
produksi tersebut.
Dalam pandangan Kapitalisme tanah merupakan hak milik mutlak, sementara
dalam pandangan Sosialis dan Komunis tanah hanya dimiliki negara sementara
Islam memandang Tanah sebagai milik mutlak Allah.5 Sehingga
baik negara maupun masyarakat tidak dapat mengklaim sebidang tanah bila
keduanya mengabaikan tanah tersebut melewati batas waktu 3 tahun.6
Pemanfaatan atas tanah dalam Islam bukan pada kemampuan seseorang untuk
menguasainya tetapi atas dasar pemanfaatannya.7
Sehingga fungsi tanah dalam Islam adalah sebagai hak pengelolaan bukan pada
penguasaan.
Masalah krusial
hingga kini adalah berkaitan dengan tenaga
kerja.
Dalam pandangan Marx, ketidak adilan yang dilakukan para Kapitalis
terletak pada pemenuhan upah yang tidak wajar. Sebagai contoh, para pemilik
modal menetapkan hari kerja 12 jam. padahal pekerja yang bersangkutan dapat memproduksi
nilai yang sama dengan upah subsitensinya dalam 7 jam, maka sisa 5 jam
merupakan nilai surplus yang secara harfiah dicuri oleh para Kapitalis. Islam
sangat concern terhadap posisi tenaga kerja Nabi berkata "Bayarlah upah
pekerja sebelum keringatnya kering," ucapan Rasulullah tersebut
mengisyaratkan betapa hak-hak pekerja harus mendapat jaminan yang cukup. Islam
tidak memperkenankan pekerja bekerja pada bidang-bidang yang tidak diizinkan
oleh syariat. Dalam Islam, buruh bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa
abstrak yang ditawarkan untuk dijual pada para pencari tenaga kerja manusia.
Mereka yang mempekerjakan buruh mempunyai tanggung jawab moral dan
sosial. Dengan demikian sebuah lembaga Islam yang mempekerjakan buruh
atau pekerja tidak diperkenankan membayar gaji mereka dengan tidak sewajarnya
(ukuran wajar dapat diukur dengan standar hidup layak atau menurut ukuran
pemerintah seperti UMP). Dan sangat besar dosanya bila sebuah lembaga Islam
yang dengan sengaja tidak mau membayar upah buruhnya dengan standar kebutuhan,
apalagi bila membujuknya dengan kata-kata bahwa, nilai pengorbanan si buruh
tersebut merupakan pahala baginya. Padahal dibalik itu si pemilik modal (si
pejabat) melakukan pemerasan berkedok agama.
Baik si pekerja maupun majikan tidak boleh saling memeras. Tanggung jawab
seorang buruh tidak berakhir ketika ia meninggalkan
pabrik/usaha majikannya. Tetapi ia juga mempunyai tanggung jawab moral
untuk melindungi kepentingan yang sah, baik kepentingan para majikan maupun
para pekerja yang kurang beruntung.
Suatu sistem ekonomi Islam harus bebas dari bunga (riba), riba merupakan
pemerasan kepada orang yang sesak hidupnya (terdesak oleh kebutuhan).8
Islam sangat mencela penggunaan modal yang mengandung riba.9 Dengan
alasan inilah, modal telah menduduki tempat yang khusus dalam ilmu ekonomi
Islam. Negara Islam mempunyai hak untuk turun tangan bila modal swasta
digunakan untuk merugikan masyarakat. Tersedia hukuman yang berat bagi mereka
yang menyalahgunakan kekayaan untuk merugikan masyarakat.[1]0
Lagi pula hanya sistem ekonomi Islam yang
dapat menggunakan modal dengan benar dan baik, karena dalam sistem Kapitalis
modern kita dapati bahwa manfaat kemajuan teknik yang dicapai oleh ilmu
pengetahuan hanya bisa dinikmati oleh masyarakat yang relatif kaya, yang
pendapatannya melebihi batas pendapatan untuk hidup sehari-hari. Mereka yang
hidup sekedar cukup untuk makan sehari-hari terpaksa harus tetap menderita
kemiskinan abadi, karena hanya dengan mengurangi konsumsi hari ini ia dapat
menyediakan hasil yang kian bertambah bagi hari esok, dan kita tidak bisa berbuat demikian kecuali
bila pendapatan kita sekarang ini bersisa sedikit di atas keperluan hidup
sehari-hari.
Tetapi Islam melindungi kepentingan si miskin dengan memberikan
tanggung jawab moral terhadap si kaya untuk memperhatikan si miskin. Islam
mengakui sistem hak milik pribadi secara terbatas, setiap usaha apa saja yang
mengarah ke penumpukan kekayaan yang tidak layak dalam tangan segelintir orang,
dikutuk! Al-Qur’an menyatakan agar si kaya mengeluarkan sebagian dari rezekinya
untuk kesejahteraan masyarakat1[1], karena kekayaan harus tersebar dengan baik.12 Dengan cara ini, Islam menyetujui
dua pembentukan modal yang berlawanan yaitu konsumsi sekarang yang berkurang
dan konsumsi mendatang yang bertambah. Dengan demikian memungkinkan modal
memainkan peranan yang sesungguhnya dalam proses produksi. Karena itu tingkat
keuntungan pada usaha ekonomi yang khusus antara lain dapat digunakan sebagai
salah satu sarana penentuan modal.
Kelihatannya tiak ada ciri-ciri istimewa yang dapat dianggap sebagai
organisasi dalam suatu kerangka Islam. Tetapi ciri-ciri khusus berikutnya dapat
diperhatikan, untuk memahami peranan organisasi dalam ekonomi Islam. Pertama,
dalam ekonomi Islam pada hakikatnya lebih berdasarkan ekuiti (equity-based)
daripada berdasarkan pinjaman (loan-based), para manajer cenderung mengelola
perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan untuk membagi deviden di kalangan
pemegang saham atau berbagi keuntungan diantara mitra sutau usaha ekonomi.
Kekuatan – kekuatan koperatif melalui berbagai bentuk investasi berdasarkan
persekutuan dalam bermacam-macam bentuk (mudaraba, musyarika, dll).
Kedua, pengertian keuntungan biasa mempunyai arti yang lebih luas dalam
kerangka ekonomi Islam karena bunga pada modal tidak diperkenankan. Modal
manusia yang diberikan manajer harus diitegerasikan dengan modal yang berbentuk
uang. Pengusaha penanam modal dan usahawan menjadi bagian terpadu dalam
organisasi dimana keuntungan biasa menjadi urusan bersama.
Ketiga, karena sifat terpadu organisasi inilah tuntutan akan integritas
moral, ketetapan dan kejujuran dalam perakunan (accounting) barangkali jauh
lebih diperlukan daripada dalam organisasi sekular mana saja, dimana para
pemilik modalnya mungkin bukan meruapakn bagian ari manajemen. Islam menekankan
kejujuran, ketepatan dan kesungguhan dalam urusan perdagangan, karena hal itu
mengurangi biaya penyediaan (supervisi) dan pengawasan. Faktor manusia
dalam produksi dan strategi usaha barangkali mempunyai signifikansi lebih
diakui dibandingkan dengan strategi manajemen lainnya yang didasarkan pada
memaksimalkan keuntungan atau penjualan.
Dapat disimpulkan bahwa sistem produktif dalam negara Islam harus
dikendalikan dengan kriteria objektif maupun subjektif. Kriteria objektif
diukur dengan kesejahteraan material, seangkan kriteria subjektif harus
tercermin dalam kesejahteraan yang harus dinilai dari segi etika ekonomi Islam.
Dalam Islam, faktor produksi tidak hanya
tunduk pada proses perubahan sejarah yang didesak oleh banyak
ke-kuatan berlatar belakang penguangan / monetization
tenaga kerja, tanah dan modal, timbulnya negara nasional dari kerajaan
feodal dan sebagainya, tetapi juga pada kerangka moral dan etika abadi
sebagaimanatertulis dalam syariat. Tanah tidak dianggap sebagai hak kuno
istimew dari negara dan kekuasaan, tetapi dianggap sebagai sarana untuk
meningkatkan produksi yang digunakan demi kesejahteraan individu dan masyarakat.
Konsep hak milik pribadi dalam Islam bersifat unik, dalam arti bahwa
pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di bumi dan langit adalah Allah14 manusia hanyalah kalifah di muka bumi.
Pada umumnya terdapat ketentuan syariat yang mengatur hak milik pribadi.
Beberapa aspek pembiayaan dalam Islam cukup bervariasi, jika dalam ekonomi
modern pemerintah memperoleh pendapatan dari sumber pajak, bea cukai dan
pungutan, maka Islam lebih memperkayanya dengan zakat, jizyah, kharaj (paja
bumi), pampasan perang.
Meskipun nilai nominal zakat lebih kecil dari pajak dalam ekonomi modern
tetapi pemberlakukan distribusinya lebih efektif. Sebagai contoh pada masa
depresi di Amerika tahun 1929 (jatuhnya bursa saham di New York), ahli makro
ekonomi Keynes, menyarankan agar masyarakat Amerika yang berduit melakukan
komsumsi tinggi - salah satu penyebab terjadinya depresi ekonomi adalah akibat
terkonsentrasinya modal pada
segelintir orang – diharapkan dengan konsumsi tinggi akan mengalir dana dan
menjadi efek rembes ke kemasyarakat.
Akan tetapi efek rembes dana dari orang kaya biasanya mengalir
lambat pada orang miskin,
Keunggulan pembangunan Islam yang mengacu pada meningkatnya output dari
setiap jam kerja yang dilakukan, bila dibandingkan dengan konsep modern, disebabkan
karena keinginan pembangunan ekonomi dalam Islam tidak hanya timbul dari
masalah ekonomi abadi manusia, tetapi juga dari anjuran Ilahi dalam Qur’an dan
Sunnah. Pertumbuhan output per kapita, di satu pihak tergantung pada sumber
daya alam dan di lain pihak pada perilaku manusia. Tetapi sumber daya alam saja
bukan merupakan kondisi yang cukup untuk pembangunan ekonomi, juga bukan
sesuatu yang mutlak diperlukan. Perilaku manusia memainkan peranan yang sangat
penting dalam pembangunan ekonomi. Namun pembentukan perilaku manusia di negara
terbelakang adalah suatu proses yang menyakitkan karena memerlukan penyesuaian
dengan lembaga-lembaga sosial, ekonomi, hukum, politik. Berbeda dari agama
lainnya, Islam mengakui kebutuhan metafisik maupun material dari kehidupan.
Karena itu masalah penempatan perilaku manusia di suatu negara Islam tidaklah
sesulit di negara-negara sekular.
Catatan
1 Robert L. Heilbroner, 1986, Tokoh-Tokoh
Besar Pemikir Ekonomi.
2 Winardi, 1986, Kapitalisme
Versus
Sosialisme.
3 Deliarnov, 1995, Perkembangan
Pemikiran
Ekonomi.
4 Muhammad Abdul Mannan, 1993, Teori
dan
Praktek Ekonomi Islam.
5 QS:Al-A’raf [7];128.
6 Barang Siapa yang memiliki sebidang tanah,
hanya dapat
memagarinya, selewat tiga tahun
maka ia tidak berhak
atas tanah tersebut.
(Hadits).
7 Barang siapa yang menghidupkan tanah
mati,
maka ia paling berhak
atasnya (Hadits)
8 Fuad Mohd Fachruddin, 1983, Riba
Dalam
Bank, Koperasi,
Perseoran & Asuransi.
9 Dalam banyak Hadits riba
disetarakan
dengan dosa perzinaan,
bahkan menzinai
ibunya sendiri.
[1]0 QS:Al
Haqqah [69];30-32
1[1] QS: Al Fatir [35];29 lihat QS: Al
Baqarah
[2];3
12 QS: Al- Hasyr [59];7
13 QS: Ali Imran [3];189
Daftar
Pustaka:
Al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama RI
Fuad Mohd Fachruddin, 1983, Riba Dalam
Bank, Koperasi, Perseoran & Asuransi, Alma’arif, Bandung.
Muhammad Abdul Mannan, 1993, Teori dan
Praktek Ekonomi Islam, PT. Dana Bhakti Wakaf .
Robert L. Heilbroner, 1986, Tokoh-Tokoh
Besar Pemikir Ekonomi, UI Press.
Winardi, 1986, Kapitalisme Versus
Sosialisme, Remadja Karya, Bandung.
Deliarnov, 1995, Perkembangan Pemikiran
Ekonomi, Raja Garfindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong Beri Komentar demi perkembangan blog ini....
Terima kasih