SELAMAT DATANG

Selamat Datang di http://widodoalgani.blogspot.com
Semoga Bermanfaat.
Mohon tinggalkan komentar.

Selasa, 01 November 2011

NILAI AKHLAK dalam Sistem Ekonomi Islam

NILAI AKHLAK dalam Sistem Ekonomi Islam


Yang membedakan Islam dengan kapitalisme dan materialisme ialah bahwa Islam tidak pernah memisahkan ekonomi dengan akhlaq, sebagaimana tidak pernah memisahkan ilmu dengan akhlaq, politik dengan akhlaq, perang dengan akhlaq dan aktivitas mu’amalah lainnya dengan akhlaq. Islam adalah risalah yang diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah untuk membenahi akhlaq manusia. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”.
Dalam sebuah tatanan sistem ekonomi kapitalisme seperti sekarang ini, perilaku ekonomi kaum muslimin telah terasingkan dari karakter akhlaq yang mulia. Etika (moral) yang dikembangkan dalam berbisnis hanya didasari oleh pertimbangan materi semata. Asas manfaat menjadi tolok ukur dalam perilaku ekonomi mereka. Kejujuran, amanah, baik hati dan sebagainya hanya dilakukaan saat terdapat manfaat materi di dalamnya. Ekonom kapitalis yang jujur hanya dilatarbelakangi oleh kepentingan meraup keuntungan materi. Mereka bersikap profesional juga karena manfaat materi. Mereka tidak melakukan penipuan karena takut kehilangan pelanggan yang merasa tertipu.
Kenyataannya moral memang bersifat universal. Pembeli akan merasa kecewa jika tertipu atau majikan akan merasa sakit hati jika pekerja malas bekerja dan sebagainya. Secara universal, siapapun tidak akan senang jika diperlakukan secara a-moral. Namun demikian, etika atau moral yang universal semacam ini adalah semu dan sementara. Moral akan dijunjung tinggi saat mendatangkan manfaat dan keuntungan materi. Sebaliknya, ketika dirasakan tidak perlu lagi, maka moral akan ditinggalkan. Moral akan berubah menjadi karakter menghalalkan segala cara (machiavelisme) dalam berperilaku ekonomi.

KEDUDUKAN AKHLAK DALAM ISLAM
Dalam perbincangan tentang akhlaq, seringkali kita mendengar beberapa kalangan membagi Islam ke dalam tiga bagian yaitu: (1) aqidah, (2) syari’ah dan (3) akhlaq. Namun sebagian lagi membagi Islam ke dalam dua bagian besar yaitu (1) aqidah dan (2) syari’ah, atau dengan kata lain (1) aqidah dan (2) nizam.[1]
Bagaimana sebenarnya kedudukan akhlaq dalam Islam? Islam mengatur dan menempatkan akhlaq sebagai bagian dari hukum syara’ yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya, melalui hukum-hukum syari'at yang berkaitan dengan sifat-sifat akhlak. Akhlaq menjadi aturan tersendiri, seperti halnya ibadah dan mu'amalat. Dengan demikian, akhlaq yang mulia akan senantiasa muncul menyertai pelaksanaan hukum lainnya. Ketika seorang sholat, sifat khusyu’ akan menyertainya. Keadilan akan menyertai sifat seorang hakim yang memberi keputusan dalam peradilan. Demikian pula kejujuran akan menjadi sifat seorang muslim dalam bermu’amalah.
Akhlaq dalam pandangan Islam bukanlah sekedar sifat baik, buruk atau moral semata. Maka, tidak selamanya sifat baik menurut pandangan manusia disebut dengan akhlaq mahmudah dan apabila bersifat buruk disebut dengan akhlaq mazmumah. Namun, Islam telah mendudukkan akhlaq sebagai realisasi nilai-nilai tertentu yang diperintahkan oleh Allah SWT seperti jujur, amanah, tidak curang, ataupun dengki. Jadi akhlak hanya dapat dibentuk dengan satu cara, yaitu memenuhi perintah Allah SWT untuk merealisir nilai moral, yaitu budi pekerti yang luhur dan kebajikan. Amanah, misalnya, adalah salah satu sifat akhlak yang diperintahkan oleh Allah SWT. Maka, wajiblah diperhatikan nilai moral tersebut tatkala melaksanakan amanat. Inilah yang dinamakan dengan akhlak.[2] Oleh karena itu, akhlaq didefinisikan sebagai sifat-sifat yang diperintahkan oleh Allah kepada seseorang muslim agar dijadikan sebagai sifat ketika melakukan perbuatan.[3]
Sifat-sifat akhlaq tersebut muncul karena hasil perbuatan manusia. Seperti khusyu’ merupakan sifat yang diperintahkan dalam pelaksanaan shalat, sifat jujur dalam berbagai mu’amalat (transaksi), adil dalam kekuasaan dan sebagainya. Sebagai catatan, keseluruhan aktivitas tersebut tidak secara otomatis menghasilkan nilai akhlak tertentu. Sebab, nilai tersebut tidak dijadikan tujuan dari pelaksanaan aktivitas jual beli. Tetapi sifat-sifat tersebut muncul sebagai hasil dari pelaksanaan amal perbuatan, atau suatu hal yang selalu wajib diperhatikan dan merupakan sifat-sifat akhlak bagi seorang mukmin tatkala ia beribadah kepada Allah SWT, dan tatkala ia bermu’amalat. Dengan demikian, seorang mukmin dari tujuan pertamanya telah menghasilkan nilai rohani dari pelaksanaan sholat. Sedangkan pada tujuan keduanya, ia menghasilkan nilai yang bersifat material dalam perdagangan sekaligus ia telah memiliki sifat-sifat akhlak.
Kebaikan ataupun keburukan dalam akhlaq tidak ditentukan oleh pandangan manusia tetapi oleh syara’. Seandainya nilai akhlaq ditentukan oleh manusia, maka ia akan berubah karena tempat dan waktu. Syara' telah menjelaskan sifat-sifat yang dianggap sebagai akhlak yang baik dan dianggap sebagai akhlak buruk, menganjurkan kebaikan dan melarang keburukan. Antara lain menganjurkan untuk mempunyai sifat jujur, amanah, manis muka, malu, berbakti kepada orang tua, silaturahmi kepada kerabat, menolong kesulitan orang lain, mencintai saudara sebagaimana mencintai diri sendiri dan lain-lain yang semisalnya, dianggap sebagai dorongan untuk mengikuti perintah Allah. Begitu pula syara' melarang mempunyai sifat-sifat yang bertolak belakang dengan sifat-sifat tadi, seperti berdusta, khianat, hasud (dengki), melakukan maksiat, dan semisalnya. Sifat-sifat tadi dan yang semisalnya dianggap sebagai suatu larangan, yang telah ditetapkan Allah SWT.
Allah SWT telah menerangkan dalam berbagai surat Al Quraan tentang sifat-sifat yang wajib dimiliki, serta yang wajib diupayakan oleh manusia. Sifat-sifat tersebut menyangkut masalah-masalah aqidah, ibadah, mu’amalat dan akhlak. Empat sifat ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Allah SWT berfirman dalam surat Luqman:
"(Dan) ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberikan pelajarannya:'Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah benar-benar kezhaliman yang besar.
(Dan) Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua ibu dan bapaknya; ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang terus bertambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orang ibu dan bapakmu. Hanya kepada-Ku-lah tempat kembalimu.
(Dan) jika keduanya memaksa kamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentangnya, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.
(Dan) pergaulilah keduanya dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku-lah tempat kembalimu. Maka, (kelak akan) Kuberitakan kepadamu apa saja yang telah kamu kerjakan.
(Luqman berkata:) 'Hai anakku, sesungguhnya tidak ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada di dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, pastilah Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya yang demikian itu hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
(Dan) janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
(Dan) sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai." (QS. Luqman 13 - 19).
Seruan Allah di atas merupakan satu kesatuan yang sempurna dengan menonjolkan sifat-sifat yang beraneka ragam, menggambarkan identitas muslim, dan menjelaskan kepribadian Islam yang pada hakekatnya berbeda dengan umat yang lain. Yang menarik perhatian pada sifat-sifat tersebut, bahwa ia berupa perintah-perintah dan larangan Allah.
Sebagian merupakan hukum-hukum yang berkaitan dengan aqidah. Sebagian lainnya berkaitan dengan ibadah, mu’amalat dan akhlak. Dapat diperhatikan pula, bahwa ia tidak terbatas hanya pada sifat-sifat akhlak, tapi mencakup juga aqidah, ibadah, mu’amalat disamping akhlak. Inilah sifat-sifat yang dapat membentuk kepribadian Islam. Membatasi pengambilan hukum hanya pada akhlak, berarti meniadakan terbentuknya manusia yang sempurna dan berkepribadian yang islami. Untuk mencapai tujuan akhlak, maka hendaklah didasarkan atas landasan/asas ruhani, yakni aqidah islamiyah dan sifat akhlak tersebut harus berlandaskan aqidah semata. Oleh karena itu seorang muslim tidak akan memiliki sifat jujur hanya semata-mata kejujuran saja. tetapi karena Allah memerintahkan demikian; meskipun ia mempertimbangkan realisasi nilai akhlaknya tatkala ia berlaku jujur. Dengan demikian akhlak tidak semata-mata wajib dimiliki karena diperlukan oleh manusia, akan tetapi ia merupakan perintah Allah.
Berdasarkan hal ini, seorang muslim harus mempunyai akhlak dengan segala sifat-sifatnya dan melakukannya dengan penuh ketaatan dan kepasrahan. Sebab, hal ini berhubungan dengan taqwa kepada Allah SWT. Memang akhlak biasanya muncul sebagai hasil ibadah, sesuai dengan firman Allah SWT:
"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar" (QS Al-ankabut 45)
Wajib pula dipelihara dalam pelaksanaan (transaksi-transaksi) mu’amalat sebagaimana yang disinggung dalam atsar bahwa agama itu adalah mu’amalat (berhubungan dengan masyarakat). Disamping itu, akhlak merupakan sekumpulan perintah Allah dan larang-larangan-Nya. Oleh karena itu, akhlak pasti mengokohkan diri setiap muslim dan menjadikannya sebagi suatu sifat yang lazim (yang harus ada).
Berdasarkan keterangan di atas, maka disatukannya akhlak dengan seluruh peraturan hidup --disamping merupakan sifat-sifat yang bebas/berdiri sendiri-- juga akan menjadi jaminan pembentukan pribadi setiap muslim (agar menyiapkan diri) dengan cara yang layak, mengingat bahwa mempunyai sifat-sifat akhlak, merupakan pemenuhan terhadap perintah Allah atau menjauhi larangan-Nya, bukan karena akhlak ini membawa manfaat atau madlarat dalam kehidupan. Inilah yang menjadikan seorang muslim mempunyai sifat akhlak yang baik secara terus menerus dan konsisten, selama ia berusaha melaksanakan Islam, dan selama ia tidak mengikuti/ memperhatikan aspek manfaat.
Akhlak tidak ditujukan semata-mata demi kemanfaatan. Bahkan manfaat itu harus dijauhkan. Sebab tujuan akhlak adalah menghasilkan nilai akhlak saja, bukan nilai materi, nilai kemanusiaan, atau nilai kerohanian. Selain itu nilai-nilai itu tidak boleh dicampuradukkan dengan akhlak, agar tidak terjadi kebimbangan dalam memiliki akhlak beserta sifat-sifatnya. Perlu diingat di sini, bahwa nilai materi harus dijauhkan dari akhlak dan dijauhkan pula dari pelaksanaan akhlak yang hanya mencari kemanfaatan/keuntungan. Hal ini justru sangat membahayakan akhlak.           

AKHLAK MULIA DALAM EKONOMI ISLAM

Sebagai gambaran bagaimana seharusnya akhlaq para pelaku ekonomi dalam menjalankan mu’amalahnya, berikut disampaikan beberapa akhlaq mulia yang berkaitan dengan aktivitas perekonomian.

Berbaik Hati dalam Bermu’amalah

Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu Alaibi wa Sallam bersabda, "Allah menyayangi seseorang yang berbaik hati ketika berjualan, ketika membeli dan ketika menagih hutang." Disebutkan dalam sebuah riwayat lain, "... bila membayar hutang." (Diriwayatkan AI-Bukhary, At-Tirmidzy dan lbnu Majah).[4]
Dalam hadits di atas Nabi mewajibkan sikap baik pada empat hal yaitu berjualan, membeli, menagih hutang dan membayar hutang. Berbaik hati dalam berjualan adalah tidak berlaku pelit dengan barang dagangannya, tidak memasang harga terlalu tinggi, tidak terlalu berpikir pada keuntungan, tidak bertele-tele dalam tawar menawar, tapi hendaklah menunjukkan jiwa yang mulia, menerima dengan keuntungan yang sedikit, dan tidak banyak bicara. Berbaik hati dalam membeli berarti sederhana dalam memberikan penilaian, tidak banyak membuang-buang waktu dalam hal-hal yang sangat sepele, apalagi bila barang yang dibeli itu harganya tidak seberapa. Posisi pembeli memang orang yang kaya, sebaliknya penjual butuh uang, tapi hendaklah sikap pembeli tidak memuakkan si penjual dengan ketidakmenentuan sikap dan menyita waktu bagi pembeli lain atau tujuan yang lain. Tidak terus menerus menawar pada barang yang sudah diketahui cacatnya dengan harga yang sangat rendah.
Berbaik hati dalam menagih hutang artinya pada saat menuntut hak atas hutangnya, melakukannya dengan lemah lembut. Hendaknya pemberi hutang melihat bagaimana keadaan orang yang berhutang itu, apakah dalam kesusahan atau tidak. Bila ia dalam kesusahan maka tunggulah, atau tundalah. Bahkan bila keadaanya sudah tidak memungkinkannya untuk mengembalikan hutangnya maka sebaiknya disedekahkan atau dihapuskan hutangnya.
"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan, menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. " (QS AI-Baqarah: 280).
Berbaik hati dalam menagih hutang berarti pula tidak mendesak orang yang berhutang di depan mata dan telinga orang banyak. Karena, bila mereka yang tidak mengetahui urusannya sampai tahu akan membuat penghutang menjadi malu. Hendaklah pula penagih hutang tidak mengeraskan suara agar tidak membuat si penghutang merasa risih. Tidak menagih dengan cara yang membosankan, atau menagih pada saat si penghutang sedang menikmati waktu-waktu istirahatnya karena tagihan itu akan mengurangi kesenangannya meski di satu sisi ia harus segera memberikan hak-haknya. Tidak perlu menyelesaikan masalah hutang itu di pengadilan bila sesampainya waktu jatuh tempo pembayaran ia baru bisa menyanggupi untuk melunasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan berbaik hati dalam membayar hutang adalah mengembalikan hutang pada waktu yang telah ditentukan, tidak mengulur-ngulur jangka waktu pengembaliannya dan mengucapkan rasa syukur dan berdoa ketika dapat mengembalikannya, atau apapun yang dapat mencerminkan sikap baik. Membayar hutang sebelum jatuh tempo adalah lebih baik daripada menunggu hingga jatuh tempo padahal ia telah sanggup membayarnya.

Kejujuran
Kejujuran adalah buah dari keimanan, sebagai ciri utama orang mukmin, bahkan ciri para Nabi. Tanpa kejujuran, agama tidak akan tegak dan tidak akan stabil. Sebaliknya, kebohongan dan kedustaan adalah bagian daripada sikap orang munafik.
Bencana terbesar akan melanda jika para pelaku ekonomi melakukan dusta. Pedagang berbohong dalam mempromosikan barang dan menetapkan harga di atas harga yang wajar. Sedangkan pembeli melakukan kebohongan pada saat menawar harga. Demikian pentingnya faktor kejujuran dalam perilaku ekonomi hingga Allah menempatkan kejujuran sebagai karakter pedagang yang membawanya kepada derajat yang dangat tinggi di hadapan AlIah.
"Pedagang yang benar dan terpercaya bergabung dengan para nabi, orang-orang benar (shiddiqin), dan para syuhada.”
Kejujuran dalam berbagai segi akan mendatangkan berkah bagi penjual maupun pembeli.
"Penjual dan pembeli bebas memilih selama belum putus transaksi. Jlka keduanya bersikap benar dan mau menjelaskan kekurangan barang yang diperdagangkan maka keduanya mendapatkan berkah dari jual-belinya. Namun, jika keduanya saling menutupi aib barang dagangan itu dan berbohong, maka jika mereka mendapat laba, hilanglah berkah jual-beli itu." (HR Tirmidzi)
Dusta dalam berdagang sangat dikecam, terlebih jika diiringi sumpah atas nama Allah. Inilah sumpah palsu dan tercela yang pengucapnya berdosa dan kelak masuk neraka. Menurut syariah, banyak bersumpah dalam berdagang adalah makruh karena perbuatan ini mengandung unsur merendahkan nama Allah, juga dikhawatirkan bisa menjerumuskan seseorang ke dalam dusta. Lalu, bagaimana pula jika sumpahnya sejak awal memang sebuah kebohongan?
"Empat tipe manusia yang dimurkai Allah: penjual yang suka bersumpah, orang miskin yang congkak, orang tua renta yang berzina, dan imam yang zalim.” (HR Nasai’i dan Ibnu Hibban dalam shahihnya).
Seseorang yang mudah bersupah atas nama Allah dengan maksud melariskan barang dagangannya adalah orang yang telah merendahkan nama Allah. Inilah bencana yang diderita oleh pedagang di dunia. Mereka disibukkan oleh laba yang kecil yaitu materi daripada laba yang besar yaitu keberkahan dan keridhaan Allah. Mereka terpaku pada keberuntungan yang fana daripada keberuntungan yang kekal.
Inilah yang dikatakan oleh Nabi ketika beliau keluar rumah dan melihat komunitas manusia sedang berjual beli. Beliau berseru, '"Wahai, para pedagang!" Pandangan segenap pedagang pun segera terarah kepada beliau. Nabi melanjutkan, "Sesungguhnya para pedagang dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan durhaka kecuali orang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik, dan jujur.” (HR Tirmidzi, hadits hasan shahih)
Hadits lain berbunyi, "Sesungguhnya para pedagang itu adalah pendurhaka." Mereka berkata, "Ya, Rasulullah! Bukankah dihalalkan berjual beli?" Nabi menjawab, "Benar, tetapi mereka terlalu mudah bersumpah sehingga mereka berdosa dan terlalu banyak berbicara sehingga mereka mudah berbohong." (HR Ahmad dan Abdurrahman, al-Muntaqa : 1005).
Pada zaman sekarang, untuk mempromosikan komoditi dagangannya, orang menggunakan sarana iklan. Banyak sekali iklan yang sebenarnya tidak sesuai dengan fakta barang yang diiklankan. Kenyataan membuktikan, pengaruh iklan sangat besar dalam mempengaruhi perilaku konsumen. Konsumen banyak dikelabui oleh iklan yang memikat, baik yang disampaikan dalam bentuk tulisan, lisan, maupun gambar. Gencarnya promosi melalui iklan mengakibatkan seseorang membeli barang yang sebenarnya sama sekali tidak dibutuhkannya. Bahkan, karena pengaruh iklan yang begitu kuat, meski tidak sanggup membelinya, mereka terkadang berani berhutang.
Di dalam atsar (sunnah), disebutkan bahwa ciri pedagang yang lurus adalah: "Mereka adalah orang-orang yang jika menjual tidak memuji barang dagangannya dan jika membeli tidak mencela barang beliannya." Bandingkanlah ciri ini dengan kebiasaan orang-orang yang sering memuji-muji barang dagangannya lewat iklan dan promosi.

Jujur Dalam Menunjukkan Cacat

Selain benar dan memegang amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur, dilandasi keinginan agar orang lain mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan sebagaimana ia menginginkannya dengan cara menjelaskan cacat barang dagangan yang dia ketahui dan yang tidak terlihat oleh pembeli. Nabi menjadikan kejujuran sebagai hakikat agama.
"Agama itu kesetiaan terhadap Allah, Rasu/, Kitab, pemimpin-pemimpin muslimin, dan rakyat.” (HR Muslim dari Tamim Addarani).
Diriwayatkan dari Uqbah : "Muslim itu adalah saudara muslim. Tidak boleh bagi seorang muslim, apabila ia berdagang dengan saudaranya dan menemukan cacat, kecuall diterangkannya." (HR Thabrani dan Ahmad)
Abu Siba' mengisahkan: "Saya membeli unta dari rumah Watsilah ibnul Asqa. Ketika keluar dari rumahnya, dia mengejar saya dengan menyeret sarungnya dan bertanya, "Sudah kamu beli?" Jawabku, "Sudah." Katanya, "Saya akan menerangkan cacat unta ini." Kataku, "Apa cacatnya? Bukankah unta ini gemuk dan terlihat sehat?" la bertanya, "Kamu ingin unta ini untuk dikendarai atau dimakan dagingnya?" Kataku, "Untuk pergi haji dengan mengendarai unta ini." Katanya, "Kembalikan saja unta itu." Si pemilik dan penjual unta berkata: "Apa yang kamu kehendaki, semoga Allah meluruskan kamu, apakah kamu ingin menggagalkan penjualan saya?" Watsilah berkata "Saya mendengar Rasulullah bersabda, Tidak boleh seseorang menjual sesuatu kecuali ia menerangkan apa yang ada dalam barang itu dan orang yang mengetahui cacat barang itu harus memberitahukan hal itu. (HR Muslim dan Tirmidzi dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah, al-Muntaqa: 990)
Lawan sifat jujur adalah menipu (curang), yaitu menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan cacatnya. Masyarakat umum sering tertipu oleh perlakuan para pedagang seperti ini. Mereka mengira suatu barang itu baik kualitasnya, namun ternyata sebaliknya. Sifat menipu ini sangat dikecam oleh Nabi.
"Barang siapa menipu (curang), bukanlah dari golongan kami."
Ketika Nabi melewati pedagang makanan, beliau memasukkan tangan ke dalam makanan kering yang dijual oleh seseorang. Ternyata, di antara makanan kering itu, terdapat makanan yang basah. Beliau bertanya, "Apakah ini, wahai penjual makanan?" la berkata, "Makanan basah yang terkena hujan." Kata Nabi, "Mengapa tidak kamu letakkan di atas agar terlihat oleh orang? Barang siapa yang menipu maka ia bukan dari golongan kami."
Perkataan "bukan dari golongan kami" menunjukkan bahwa menipu (curang) adalah dosa besar. Jika ia termasuk dosa kecil, ia bisa dihapuskan dengan shalat lima waktu. Hadits ini mencakup seluruh sifat curang, seperti curang dalam sewa-menyewa, dalam menjalin kerja sama, dan dalam berdagang. Salah satu sikap curang adalah "melipatgandakan harga" terhadap orang yang tidak mengetahui harga pasaran. Pedagang mengelabui pembeli dengan menetapkan harga di atas harga pasaran. Sebaliknya, kalau membeli, ia berusaha mendapatkan harga di bawah standar. Tindak penipuan ini bisa juga dilakukan oleh orang yang menjalankan usaha sewa-menyewa barang, berdagang mata uang, atau bekerja dengan sistem bagi hasil. Pihak yang tidak mengetahui, dikelabui karena kebodohannya.
Menurut salafus-saleh, memberitahukan cacat barang yang dijual kepada calon pembeli perlu dilakukan karena hal itu merupakan kejujuran. Misalnya, jika menjual barang, Jarir bin Abdullah memperlihatkan cacat barang itu kepada calon pembeli lalu berkata, "Jika kamu mau, ambillah, dan jika tidak, tinggalkan." Seorang pembeli berkomentar, "Jika kamu berbuat begini, niscaya tidak seorang pun membeli barang daganganmu." Jabir berkata, "Saya telah berbaiat kepada Rasulullah untuk berlaku jujur kepada setiap muslim."
Imam Al Ghazali mengomentari peristiwa ini sebagai berikut, "Mereka telah memahami arti kejujuran, yaitu tidak rela terhadap apa yang menimpa temannya kecuali yang ia rela jika hal itu menimpa dirinya sendiri. Mereka tidak memandang hal ini sebagai kemuliaan dan kedudukan yang tinggi. Mereka berkeyakinan bahwa kejujuran adalah syarat Islam yang mereka berikan dan yang termasuk dalam baiat mereka. Karena hal ini sulit dilaksanakan oleh sebagian besar makhiuk, maka mereka memilih untuk mengisolasi diri dari manusia dan menyendiri untuk beribadah. Sesungguhnya, melaksanakan hak-hak Allah dengan bermuamalat dengan manusia adalah suatu mujahadah yang tidak bisa dilaksanakan kecuali oleh orang-orang yang benar (lurus)."'

Menepati Amanat (Tanggung Jawab)
Menepati amanat merupakan akhlaq yang mulia. Allah menggambarkan orang mukmin yang beruntung. Allah tidak suka orang-orang yang berkhianat dan tak merestui tipu dayanya.
"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya dan janjinya)." (QS al-Mukmin : 8)
Dalam hadits sahihain, Nabi bersabda, "Tiga golongan yang termasuk munafik meski ia berpuasa, shalat, dan mengaku muslim yaitu jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia tidak menepati, dan jika diamanatkan ia berkhianat."
Maksud amanat adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga atau upah.
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya."' (QS an-Nisa’ : 58)
Dalam berdagang, dikenal istilah "menjual dengan amanat" seperti "menjual murabahah". Maksudnya, penjual menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan harga barang dagangan kepada pembeli tanpa melebih-lebihkannya. Amanat bertambah penting pada saat seseorang membentuk serikat dagang, melakukan bagi hasil (mudharabah), atau wakalah (menitipkan barang untuk menjalankan proyek yang telah disepakati bersama). Dalam hal ini, pihak yang lain percaya dan memegang janji demi kemaslahatan bersama. Jika salah satu pihak menjalankannya hanya demi kemaslahatan pihaknya, maka ia telah berkhianat.
"Aku adalah yang kedua dari dua orang yang berserikat, selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati temannya. Apabila salah satu dari keduanya berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (Hadits Qudsi). Ditambahkan oleh Razin: " ... dan datanglah setan."


[1] Al-Islam: aqidatan Wa Syari’atan, Prof. Dr. Mahmud Syaltut hlm. 11; Nizam Al Islam, As-Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, hlm. 68.
[2] Lihat Mafahim Syari’ah Lembaga Dakwah Kampus
[3] Lihat Islam : Politik dan Spiritual, Hafidz Abdurrahman, hlm. 26.
[4] Lihat Adabun Nabi, Abdul Qadir Ahmad Atha, hlm. 36


Klik aku di sini:

Sabtu, 29 Oktober 2011

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM


PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM

A.     Pendahuluan
Meskipun ada kesamaan timbulnya kegiatan ekonomi, yakni disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Namun karena cara manusia dalam memenuhi alat pemuas kebutuhan dan cara mendistribusikan alat kebutuhan tersebut didasari filosofi yang berbeda, maka timbullah berbagai bentuk sistem dan praktik ekonomi dari banyak negara di dunia. Perbedaan ini tidak terlepas dari pengaruh filsafat, agama, ideologi, dan kepentingan politik yang mendasari suatu negara penganut sistem tersebut. 
Ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sarana langka yang memiliki kegunaan-kegunaan alternatif. Ilmu ekonomi adalah studi yang mempelajari cara-cara manusia mencapai kesejahteraan dan mendistribusikannya.  Kesejahteraan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang memiliki nilai dan harga, mencakup barang-barang dan jasa yang diproduksi dan dijual oleh para pebisnis.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kemudian barang-barang dan jasa itu (kekayaan) itu dibagi-bagikan. Cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menjawab pertanyaan ini dengan menentukan       sistem ekonomi yang diterapkan.  Setidaknya dalam praktik ada lima sistem ekonomi    yang    dikenal    masyarakat    dunia,  yakni:

B.     Kapitalisme
Faham Kapitalisme berasal dari Inggris abad 18, kemudian menyebar ke Eropa Barat dan Amerika Utara.  Sebagai akibat dari perlawanan terhadap ajaran gereja, tumbuh aliran pemikiran liberalisme di negara-negara Eropa Barat. Aliran ini kemudian merambah ke segala bidang termasuk bidang ekonomi. Dasar filosofis pemikiran ekonomi Kapitalis bersumber dari tulisan Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations yang ditulis pada tahun 1776.  Isi buku tersebut sarat dengan pemikiran-pemikiran tingkah laku ekonomi masyarakat. Dari dasar filosofi tersebut kemudian menjadi sistem ekonomi, dan pada akhirnya kemudian mengakar menjadi ideologi yang mencerminkan suatu gaya hidup (way of life). 
Smith berpendapat motif manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah atas dasar dorongan kepentingan pribadi, yang bertindak sebagai tenaga pendorong yang membimbing manusia mengerjakan apa saja asal masyarakat sedia membayar "Bukan berkat kemurahan tukang daging, tukang pembuat bir, atau tukang pembuat roti kita dapat makan siang," kata Smith "akan tetapi karena mereka memperhatikan kepentingan pribadi mereka. Kita berbicara bukan kepada rasa perikemanusiaan mereka, melainkan kepada cinta mereka kepada diri mereka sendiri, dan janganlah sekali-kali berbicara tentang keperluan-keperluan kita, melainkan tentang keuntungan-keuntungan mereka." (Robert L. Heilbroner;1986, UI Press).1
Motif kepentingan individu yang didorong oleh filsafat liberalisme kemudian melahirkan sistem ekonomi pasar bebas, pada akhirnya melahirkan ekonomi Kapitalis.
Milton H. Spencer (1977), menulis dalam bukunya Contemporary Economics: "Kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi ekonomi yang dicirikan oleh hak milik privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi (tanah, pabrik-pabrik, jalan-jalan kereta api, dan sebagainya) dan pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi-kondisi yang sangat kompetitif."
Lembaga hak milik swasta merupakan elemen paling pokok dari kapitalisme. Pemberian hak pemilikan atas harta kekayaan memenuhi tiga macam fungsi ekonomi penting:
Para individu memperoleh perangsang agar aktiva mereka dimanfaatkan seproduktif mungkin.
Hal tersebut sangat mempengaruhi distribusi kekayaan serta pendapatan karena individu-individu diperkenankan untuk menghimpun aktiva dan memberikannya kepada para ahli waris secara mutlak apabila mereka meninggal dunia.
Ia memungkinkan laju pertukaran yang tinggi  oleh  karena  orang  memiliki  hak pemilikan atas barang-barang sebelum hak tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain.
Dengan demikian kapitalisme sangat erat hubungannya dengan pengejaran kepentingan individu.  Bagi Smith bila setiap individu diperbolehkan mengejar kepentingannya sendiri tanpa adanya campur tangan pihak pemerintah, maka ia seakan-akan dibimbing oleh tangan yang tak nampak (the invisible hand), untuk mencapai yang terbaik pada masyarakat. Kebebasan ekonomi tersebut juga diilhami oleh pendapat Legendre yang ditanya oleh Menteri keuangan Perancis pada masa pemerintahan Louis XIV pada akhir abad ke 17, yakni Jean Bapiste Colbert.  Bagaimana kiranya pemerintah dapat membantu dunia usaha, Legendre menjawab: "Laissez nous faire" (jangan mengganggu kita, [leave us alone]), kata ini dikenal kemudian sebagai laissez faire. Dewasa ini prinsip laissez faire diartikan sebagai tiadanya intervensi pemerintah sehingga timbullah: individualisme ekonomi dan kebebasan ekonomi 
Dengan kata lain dalam sistem ekonomi kapitalis berlaku "Free Fight Liberalism" (sistem persaingan bebas).  Siapa yang memiliki dan mampu menggunakan kekuatan modal (Capital) secara efektif dan efisien akan dapat memenangkan pertarungan dalam bisnis. Paham yang mengagungkan kekuatan modal sebagai syarat memenangkan pertarungan ekonomi disebut sebagai Capitalisme.

C.     Sosialisme
Dalam kehidupan sehari-hari istilah sosialisme digunakan dalam banyak arti.  Istilah sosialisme selain digunakan untuk menunjukkan sistem ekonomi, juga digunakan untuk menunjukkan aliran filsafat, ideologi, cita-cita, ajaran-ajaran atau gerakan.  Sosialisme sebagai gerakan ekonomi muncul sebagai perlawanan terhadap ketidak adilan yang timbul dari sistem kapitalisme.
John Stuart Mill (1806-1873), menyebutkan sebutan sosialisme menunjukkan kegiatan untuk menolong orang-orang yang tidak beruntung dan tertindas dengan sedikit tergantung dari bantuan pemerintah.
Sosialisme juga diartikan sebagai bentuk perekonomian di mana pemerintah paling kurang bertindak sebagai pihak dipercayai oleh seluruh warga masyarakat, dan menasionalisasikan industri-industri besar dan strategis seperti pertambangan, jalan-jalan, dan jembatan, kereta api, serta cabang-cabang produk lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak.  Dalam bentuk yang paling lengkap sosialisme melibatkan pemilikan semua alat-alat produksi, termasuk di dalamnya tanah-tanah pertanian oleh negara, dan menghilangkan milik swasta (Brinton:1981).
Dalam masyarakat sosialis hal yang menonjol adalah kolektivisme atau rasa kerbersamaan.  Untuk mewujudkan rasa kebersamaan ini, alakosi produksi dan cara pendistribusian semua sumber-sumber ekonomi diatur oleh negara.

D.    Komunisme
Komunisme muncul sebagai aliran ekonomi, ibarat anak haram yang tidak disukai oleh kaum Kapitalis. Aliran ekstrim yang muncul dengan tujuan yang sama dengan sosialisme, sering lebih bersifat gerakan ideologis  dan mencoba hendak mendobrak sistem kapitalisme dan sistem lain yang telah mapan.   
Kampiun Komunis adalah Karl Marx, sosok yang amat membenci Kapitalisme ini merupakan korban dan saksi sejarah, betapa ia melihat para anak-anak dan wanita-wanita -termasuk keluarganya- yang di eksploitir para kapitalis sehingga sebagian besar dari mereka terserang penyakit TBC dan tewas, karena beratnya penderitaan yang mereka alami. Sementara hasil jerih payah mereka dinikmati oleh para pemilik sumber daya (modal) yang disebutnya kaum Bourjuis.
Di ilhami pendapat Hegel yang menyatakan bahwa perubahan historis merupakan hasil kekuatan-kekuatan yang bertentangan satu sama lain. Pertentangan tersebut pada dasarnya bersifat ekonomis atau materialistis, dengan demikian faktor-faktor ekonomi menurut Marx mejadi sebab pokok terjadinya perubahan. 
Kata Komunisme secara historis sering digunakan untuk menggambarkan sistem-sistem sosial di mana barang-barang dimiliki secara bersama-sama dan didistribusikan untuk kepentingan bersama sesuai dengan kebutuhan      masing-masing anggota   masyarakat.  Produksi dan konsumsi bersama berdasarkan kapasitas ini     merupakan       hal pokok dalam mendefinisikan           paham komunis, sesuai  dengan   motto   mereka: from each according to his abilities to each according to his needs (dari setiap orang sesuai dengan kemampuan, untuk setiap orang sesuai dengan kebutuhan).3
Walaupun tujuan sosialisme dan komunisme sama, tetapi dalam mencapai tujuan tersebut sangat berbeda. Komunisme adalah bentuk paling ekstrem dari sosialisme. Bentuk sistem perekonomian yang didasarkan atas sistem, di mana segala sesuatunya serba dikomando.  Begitu juga karena dalam sistem komunisme negara merupakan penguasa mutlak, perekonomian komunis sering juga disebut sebagai "sistem ekonomi totaliter", menunjuk pada suatu kondisi sosial di mana pemerintah main paksa dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya, meskipun dipercayakan pada asosiasi-asosiasi dalam sistem sosial kemasyarakatan yang ada.  Sistem ekonomi totaliter dalam praktiknya berubah menjadi sistem otoriter, dimana sumber-sumber ekonomi dikuasai oleh segelintir elite yang disebut sebagai polit biro yang terdiri dari elite-elite penguasa partai Komunis.

E.     Fasisme
Fasisme muncul dari filsafat radikal yang muncul dari revolusi industri yakni sindikalisme.  Eksponen sindikalisme adalah George Sorel (1847-1922).  Para penganjur sindikalisme menginginkan reorganisasi masyarakat menjadi: asosiasi-asosiasi yang mencakup seluruh industri, atau sindikat-sindikat pekerja
Mereka menganjurkan agar ada sindikat-sindikat pabrik baja yang dimiliki dan dioperasikan oleh  para  pekerja di dalam industri batu bara, dan begitu pula halnya pada industri-industri lain.
Dengan demikian sindikat-sindikat yang ada pada dasarnya merupakan serikat-serikat buruh akan menggantikan negara. Dalam sistem ekonomi fasisme, pemerintah melakukan pengendalian dalam bidang produksi, sedangkan kekayaan dimiliki oleh pihak swasta.
Dalam praktik Fasisme dan Komunisme adalah dua gejala dari penyakit yang sama. Keduanya sering dikelompokkan sebagai sistem totaliter. Keduanya sama dalam hal pemerintahan, yaitu kediktatoran satu partai.

F.      Islam
Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern.  Andaipun ada perbedaan itu terletak pada sifat dan volumenya (M. Abdul Mannan; 1993). Itulah sebabnya mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ilmu ekonomi dapat dikemukakan dengan memperhatikan penanganan masalah pilihan.
Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada macam-macam tingkah masing-masing individu.  Mereka mungkin atau mungkin juga tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat.  Namun dalam ilmu ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam  hal  ini  ada   pembatasan yang serius berdasarkan ketetapan kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu.  Dalam Islam, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya, tidak seorang pun lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk di dalam kerangka Al-Qur’an atau Sunnah. 
Suka atau tidak, ilmu ekonomi Islam tidak dapat berdiri netral di antara tujuan yang berbeda-beda. Kegiatan membuat dan menjual minuman alkohol dapat merupakan aktivitas yang baik dalam sistem ekonomi modern. Namun hal ini tidak dimungkinkan dalam negara Islam.
Seluruh lingkaran aktivitas ekonomi dapat dijelaskan dengan bantuan dua grafik dibawah sebagai berikut:4

(A)
Ilmu Ekonomi Islam
(B)
Ilmu Ekonomi Modern

A. (1) Manusia (sosial namun  religius)
B (1) Manusia (sosial)

A. (2) Kebutuhan- kebutuhan tidak terbatas
A. (3) Kekurangan sarana
B. (2) Kebutuhan-  kebutuhan tidak terbatas
B. (3) Kekurangan sarana
(E) masalah-masalah ekonomi

(E) masalah-masalah ekonomi
A. (4) Pilihan di antara alternatif (dituntun oleh nilai Islam)

         B. (4) Pilihan di antara alternatif  (dituntun oleh kepentingan individu)
A. (5) Pertukaran terpadu dan transfer Satu arah (dituntun oleh etika Islami, kekuatan  bukan pasar)
B. (5) Pertukaran dituntun oleh
kekuatan pasar





Jadi ringkasnya, dalam ilmu ekonomi Islam kita tidak hanya mempelajari individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religiusnya [A(1)].  Hal ini disebabkan karena banyaknya kebutuhan [A(2)/B(2)] dan kurangnya sarana (A3/B3), maka timbullah masalah ekonomi (E).  Masalah ini pada dasarnya sama baik dalam ekonomi modern maupun ekonomi Islam. Namun perbedaan timbul berkenan dengan pilihan.  Ilmu ekonomi Islam dikendalikan oleh nilai-nilai dasar Islam A (4) dan ilmu ekonomi modern sangat dikuasai oleh kepentingan diri si individu B (4).  Yang membuat ilmu ekonomi Islam benar-benar berbeda ialah sistem pertukaran dan transfer satu arah yang terpadu mempengaruhi alokasi kekurangan sumber-sumber daya, dengan demikian menjadikan proses pertukaran langsung relevan dengan kesejahteraan menyeluruh (A/5) yang berbeda hanya dari kesejahteraan ekonomi (B/5).
Faktor-faktor Produksi dan Konsep Pemilikan
Produksi berarti diciptakannya manfaat, produksi tidak diartikan sebagai menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun dapat menciptakan benda. Yang dapat dilakukan oleh manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi berguna, disebut sebagai "dihasilkan." Prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Tidak ada perbedaan sudut pandang apa yang menjadi faktor-faktor produksi dalam pandangan ekonomi umum dengan ekonomi Islam yakni, Tanah, Tenaga kerja, Modal dan Organisasi dipandang sama sebagai faktor-faktor produksi. Perbedaan keduanya adalah dari sudut pandang perlakuan faktor-faktor produksi tersebut.
Dalam pandangan Kapitalisme tanah merupakan hak milik mutlak, sementara dalam pandangan Sosialis dan Komunis tanah hanya dimiliki negara sementara Islam memandang Tanah sebagai milik mutlak Allah.5  Sehingga baik negara maupun masyarakat tidak dapat mengklaim sebidang tanah bila keduanya mengabaikan tanah tersebut melewati batas waktu 3 tahun.6 Pemanfaatan atas tanah dalam Islam bukan pada kemampuan seseorang untuk menguasainya tetapi atas dasar pemanfaatannya.7 Sehingga fungsi tanah dalam Islam adalah sebagai hak pengelolaan bukan pada penguasaan.
Masalah krusial hingga kini adalah berkaitan dengan tenaga kerja.            
Dalam pandangan Marx, ketidak adilan  yang dilakukan para Kapitalis terletak pada pemenuhan upah yang tidak wajar. Sebagai contoh, para pemilik modal menetapkan hari kerja 12 jam. padahal pekerja yang bersangkutan dapat memproduksi nilai yang sama dengan upah subsitensinya dalam 7 jam, maka sisa 5 jam merupakan nilai surplus yang secara harfiah dicuri oleh para Kapitalis. Islam sangat concern terhadap posisi tenaga kerja Nabi berkata "Bayarlah upah pekerja sebelum keringatnya kering," ucapan Rasulullah tersebut mengisyaratkan betapa hak-hak pekerja harus mendapat jaminan yang cukup. Islam tidak memperkenankan pekerja bekerja pada bidang-bidang yang tidak diizinkan oleh syariat. Dalam Islam, buruh bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa abstrak yang ditawarkan untuk dijual pada para pencari tenaga kerja manusia. Mereka yang mempekerjakan buruh mempunyai tanggung jawab moral dan sosial.  Dengan demikian sebuah lembaga Islam yang mempekerjakan buruh atau pekerja tidak diperkenankan membayar gaji mereka dengan tidak sewajarnya (ukuran wajar dapat diukur dengan standar hidup layak atau menurut ukuran pemerintah seperti UMP). Dan sangat besar dosanya bila sebuah lembaga Islam yang dengan sengaja tidak mau membayar upah buruhnya dengan standar kebutuhan, apalagi bila membujuknya dengan kata-kata bahwa, nilai pengorbanan si buruh tersebut merupakan pahala baginya. Padahal dibalik itu si pemilik modal (si pejabat)      melakukan pemerasan berkedok agama.  Baik si pekerja maupun majikan tidak boleh saling memeras. Tanggung jawab seorang buruh tidak berakhir ketika  ia  meninggalkan pabrik/usaha  majikannya. Tetapi ia juga mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi kepentingan yang sah, baik kepentingan para majikan maupun para pekerja yang kurang beruntung.
Suatu sistem ekonomi Islam harus bebas dari bunga (riba), riba merupakan pemerasan kepada orang yang sesak hidupnya (terdesak oleh kebutuhan).8 Islam sangat mencela penggunaan modal yang mengandung riba.9 Dengan alasan inilah, modal telah menduduki tempat yang khusus dalam ilmu ekonomi Islam. Negara Islam mempunyai hak untuk turun tangan bila modal swasta digunakan untuk merugikan masyarakat. Tersedia hukuman yang berat bagi mereka yang menyalahgunakan kekayaan untuk merugikan masyarakat.[1]0
Lagi pula hanya sistem ekonomi Islam yang dapat menggunakan modal dengan benar dan baik, karena dalam sistem Kapitalis modern kita dapati bahwa manfaat kemajuan teknik yang dicapai oleh ilmu pengetahuan hanya bisa dinikmati oleh masyarakat yang relatif kaya, yang pendapatannya melebihi batas pendapatan untuk hidup sehari-hari. Mereka yang hidup sekedar cukup untuk makan sehari-hari terpaksa harus tetap menderita kemiskinan abadi, karena hanya dengan mengurangi konsumsi hari ini ia dapat menyediakan hasil yang kian bertambah bagi hari esok, dan kita tidak bisa berbuat demikian kecuali bila pendapatan kita sekarang ini bersisa sedikit di atas keperluan hidup sehari-hari.
Tetapi Islam melindungi  kepentingan si miskin dengan memberikan tanggung jawab moral terhadap si kaya untuk memperhatikan si miskin. Islam mengakui sistem hak milik pribadi secara terbatas, setiap usaha apa saja yang mengarah ke penumpukan kekayaan yang tidak layak dalam tangan segelintir orang, dikutuk! Al-Qur’an menyatakan agar si kaya mengeluarkan sebagian dari rezekinya untuk kesejahteraan masyarakat1[1], karena kekayaan harus tersebar dengan baik.12  Dengan cara ini, Islam menyetujui dua pembentukan modal yang berlawanan yaitu konsumsi sekarang yang berkurang dan konsumsi mendatang yang bertambah. Dengan demikian memungkinkan modal memainkan peranan yang sesungguhnya dalam proses produksi. Karena itu tingkat keuntungan pada usaha ekonomi yang khusus antara lain dapat digunakan sebagai salah satu sarana penentuan modal.
Kelihatannya tiak ada ciri-ciri istimewa yang dapat dianggap sebagai organisasi dalam suatu kerangka Islam. Tetapi ciri-ciri khusus berikutnya dapat diperhatikan, untuk memahami peranan organisasi dalam ekonomi Islam. Pertama, dalam ekonomi Islam pada hakikatnya lebih berdasarkan ekuiti (equity-based) daripada berdasarkan pinjaman (loan-based), para manajer cenderung mengelola perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan untuk membagi deviden di kalangan pemegang saham atau berbagi keuntungan diantara mitra sutau usaha ekonomi. Kekuatan – kekuatan koperatif melalui berbagai bentuk investasi berdasarkan persekutuan dalam bermacam-macam bentuk (mudaraba, musyarika, dll).
Kedua, pengertian keuntungan biasa mempunyai arti yang lebih luas dalam kerangka ekonomi Islam karena bunga pada modal tidak diperkenankan. Modal manusia yang diberikan manajer harus diitegerasikan dengan modal yang berbentuk uang. Pengusaha penanam modal dan usahawan menjadi bagian terpadu dalam organisasi dimana keuntungan biasa menjadi urusan bersama.
Ketiga, karena sifat terpadu organisasi inilah tuntutan akan integritas moral, ketetapan dan kejujuran dalam perakunan (accounting) barangkali jauh lebih diperlukan daripada dalam organisasi sekular mana saja, dimana para pemilik modalnya mungkin bukan meruapakn bagian ari manajemen. Islam menekankan kejujuran, ketepatan dan kesungguhan dalam urusan perdagangan, karena hal itu mengurangi biaya penyediaan (supervisi) dan pengawasan.  Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha barangkali mempunyai signifikansi lebih diakui dibandingkan dengan strategi manajemen lainnya yang didasarkan pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan.
Dapat disimpulkan bahwa sistem produktif dalam negara Islam harus dikendalikan dengan kriteria objektif maupun subjektif. Kriteria objektif diukur dengan kesejahteraan material, seangkan kriteria subjektif harus tercermin dalam kesejahteraan yang harus dinilai dari segi etika ekonomi Islam.
Dalam Islam, faktor produksi      tidak hanya tunduk pada proses perubahan sejarah yang didesak oleh banyak ke-kuatan      berlatar belakang penguangan / monetization
tenaga kerja, tanah dan modal, timbulnya negara nasional dari kerajaan feodal dan sebagainya, tetapi juga pada kerangka moral dan etika abadi sebagaimanatertulis dalam syariat. Tanah tidak dianggap sebagai hak kuno istimew dari negara dan kekuasaan, tetapi dianggap sebagai sarana untuk meningkatkan produksi yang digunakan demi kesejahteraan individu dan masyarakat.
Konsep hak milik pribadi dalam Islam bersifat unik, dalam arti bahwa pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di bumi dan langit adalah Allah14 manusia hanyalah kalifah di muka bumi. Pada umumnya terdapat ketentuan syariat yang mengatur hak milik pribadi.
Beberapa aspek pembiayaan dalam Islam cukup bervariasi, jika dalam ekonomi modern pemerintah memperoleh pendapatan dari sumber pajak, bea cukai dan pungutan, maka Islam lebih memperkayanya dengan zakat, jizyah, kharaj (paja bumi), pampasan perang.
Meskipun nilai nominal zakat lebih kecil dari pajak dalam ekonomi modern tetapi pemberlakukan distribusinya lebih efektif. Sebagai contoh pada masa depresi di Amerika tahun 1929 (jatuhnya bursa saham di New York), ahli makro ekonomi Keynes, menyarankan agar masyarakat Amerika yang berduit melakukan komsumsi tinggi - salah satu penyebab terjadinya depresi ekonomi adalah akibat terkonsentrasinya modal        pada segelintir orang – diharapkan dengan konsumsi tinggi akan mengalir dana dan menjadi         efek rembes ke kemasyarakat. Akan tetapi   efek rembes dana dari orang kaya biasanya mengalir lambat  pada orang  miskin, 
Keunggulan pembangunan Islam yang mengacu pada meningkatnya output dari setiap jam kerja yang dilakukan, bila dibandingkan dengan konsep modern, disebabkan karena keinginan pembangunan ekonomi dalam Islam tidak hanya timbul dari masalah ekonomi abadi manusia, tetapi juga dari anjuran Ilahi dalam Qur’an dan Sunnah. Pertumbuhan output per kapita, di satu pihak tergantung pada sumber daya alam dan di lain pihak pada perilaku manusia. Tetapi sumber daya alam saja bukan merupakan kondisi yang cukup untuk pembangunan ekonomi, juga bukan sesuatu yang mutlak diperlukan. Perilaku manusia memainkan peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Namun pembentukan perilaku manusia di negara terbelakang adalah suatu proses yang menyakitkan karena memerlukan penyesuaian dengan lembaga-lembaga sosial, ekonomi, hukum, politik. Berbeda dari agama lainnya, Islam mengakui kebutuhan metafisik maupun material dari kehidupan. Karena itu masalah penempatan perilaku manusia di suatu negara Islam tidaklah sesulit di negara-negara sekular.

Catatan
1  Robert L. Heilbroner, 1986, Tokoh-Tokoh Besar Pemikir Ekonomi.
2  Winardi, 1986, Kapitalisme Versus 
    Sosialisme.
3  Deliarnov, 1995, Perkembangan Pemikiran
   Ekonomi.
4  Muhammad Abdul Mannan, 1993, Teori dan
    Praktek Ekonomi Islam.
5  QS:Al-A’raf [7];128.
 Barang Siapa yang memiliki sebidang tanah,
    hanya dapat memagarinya, selewat tiga tahun
    maka ia tidak berhak atas tanah tersebut.    
    (Hadits).
7   Barang siapa yang menghidupkan tanah mati,
    maka ia paling berhak atasnya (Hadits)
8   Fuad Mohd Fachruddin, 1983, Riba Dalam 
    Bank, Koperasi, Perseoran & Asuransi.
9   Dalam banyak Hadits riba disetarakan 
    dengan dosa perzinaan, bahkan menzinai 
    ibunya sendiri.
[1]0  QS:Al Haqqah [69];30-32
1[1]  QS: Al Fatir [35];29 lihat QS: Al Baqarah
     [2];3
12  QS: Al- Hasyr [59];7
13  QS: Ali Imran [3];189

Daftar Pustaka:
Al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama RI
Fuad Mohd Fachruddin, 1983, Riba Dalam Bank, Koperasi, Perseoran & Asuransi, Alma’arif, Bandung.
Muhammad Abdul Mannan, 1993, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT. Dana Bhakti Wakaf .
Robert L. Heilbroner, 1986, Tokoh-Tokoh Besar Pemikir Ekonomi, UI Press.
Winardi, 1986, Kapitalisme Versus Sosialisme, Remadja Karya, Bandung.
Deliarnov, 1995, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Raja Garfindo Persada.

Kurikulum Dalam Pendidikan


Kurikulum Dalam Pendidikan

I. Pendahuluan
Dalam perkembangan suatu negara tergantung pada mutu suatu pendidikan, karna pendidikan merupakan salah satu penunjang dalam perkembangan negara, dalam perkembangan modernisasi ini negara kita ingin mencoba ikut berpartisipasi dalam mengembangkan pendidikan seperti negara-negara maju khususnya.
Di negara-negara maju telah banyak mengalami perubahan terutama dalam hal pendidikan , karana bagai mereka pendidikanlah yang membentuk suatu negara itu akan berkembang pesat, seperti yang telah di katakan oleh orang jerman pada waktu mereka kalah dalam berperang “pendidikan ku telah mati” , bagaimana pendidikan tersebut bisa berkembang? salah satunya cara mengembangkan pendidikan tersebut adalah mengembangkan dalam tubuh pendidikan yaitu kurikulum, karana kurikulum yang di jadikan acuan dalam pendidikan.
Sebuah kurikulum tidak hanya sekedar instruksi pembelajaran yang disusun oleh pemerintah untuk diterapkan di sekolah masing-masing. Sinclair (2003) menegaskan bahwa kurikulum yang baik adalah yang memberi keleluasaan bagi sekolah untuk mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan khusus peserta didik sesuai tuntutan lingkungan masyarakatnya.
Kali ini penulis mencoba akan membahas tentang pendidikan dalam perspektif kurikulum 2005, yang telah berkembang yaitu kurikulum berbasis komptensi (KBK). . Menurut Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Dr.Siskandar , penerapan kurikulum berbasis kompentensi itu sesuai dengan tuntutan perkembangan kondisi negara dan sistem administrasi,pemerintahan.
II. Remusan Masalah
1. Pegertian kurikulum
2. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
3. . Kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
4. Konsep dasar kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
5. KBK korelasinya dengan PAI.
III. Pembahasan
A. Pengertian Kurikulum
Menurut David Pratt mendefinikan kurikulum yakni “sebagai seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat pelatihan”.
Kurikulum dalam perspektif penulis suatu sistem perencanaan yang dipakai dalam pembelajaran secara terorganisasi yang terdiri dari beberapa komponen yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Dalam pernyataan definisi yang telah penulis sebutkan dalam perspektif penulis ada beberapa hal yang menjadi poin penting yakni pada kata “membentuk satu kesatuan” maksud dari bacaan tersebut bahwa didalam kurikulum ada beberapa komponen yang tidak dapat dipisahkan untuk memcapai target dan tujuan dari kurikulum yang telah didesain untuk direalisasikan. Diantara komponen tersebut adalah rencana, tujuan, isi, organisasi, strategi.
Rencana berisi proses pembelajaran. Tujuan meliputi aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diharapkan setelah mempelajari tiap bidang studi. Isi meliputi jenis bidang studi yang dianjurkan dan isi program masing-masing bidang tersebut. Organisasi merupakan kerangkan program pengajaran yang akan disampaikan pada siswa berupa peogram pendidikan umum, akademis, keguruan, keterampilan. Strategi dapat ditempuh dengan cara pengejaran, penilaian, bimbingan dan konseling, pengetesan kegiatan. 1
Kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan yang disebut kurikulum formal, tetapi juga kegiatan-kegiatan yang tidak direncanakan. Yang terakhir ini disebut kurikulum tak formal yang sering disebut kegiatan ko-kurikuler (latihan / praktikum di lab atau lapangan) atau kegiatan ekstra kurikuler (latihan PMR dan kesenian). Kurikulum formal meliputi:
·         Tujuan pelajaran,umum dan khusus
·         Bahan pelajaran yang tersusun sistematis
·         Strategi belajar mengajar serta kegiatan-kegiatannya
·         System evaluasi untuk mengetahui hingga mana tujuan tercapai
Kurikulum tak formal terdiri atas kegiatan-kegiatan yang juga direncanakan akan tetapi tidak berkaitan langsung dengan pelajaran akademik dan kelas tertentu. Yang termasuk kurikulum tak formal yaitu kegiatan ko-kurikuler dan ekstra kurikuler (pertunjukan sandiwara, pertandingan antar kelas, pramuka, band dan lain-lain)2
B. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Dalam lingkungan masyarakat pun terjadi berbagai bentuk interaksi pendidikan, dari yang sangat formal yang mirip dengan pendidikan di sekolah dalam bentuk kursus-kursus, sampai dengan yang kurang formal seperti ceramah, serasehan, dan pergaulan kerja. Gurunya juga bervariasi dari yang memiliki latar belakang pendidikan khusus sebagai pendidik karena pengalaman. Kurikulum juga bervariasi, dari yang memiliki kurikulum formal dan tertulis sampai dengan rencana pelajaran yang hanya ada pada pikiran penceramah atau moderator serasehan, atau gagasan keteladanan yang ada pada pemimpin.
Dari hal-hal yang diuraikan itu, dapat ditarik beberapa kesimpulan berkenaan dengan pendidikan formal. Pertama, pendidikan formal memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis, jelas, dan rinci. Kedua, dilaksanakan secara formal, terencana, ada yang mengawasi dan menilai. Ketiga, diberikan oleh pendidik atau guru yang memiliki ilmu dan keterampilan khusus dalam bidang pendidikan. Keempat, interaksi pendidikan berlangsung dalam lingkungan tertentu, dengan fasilitas dan alat serta aturan-aturan permainan tertentu pula.
Telah diuraikan sebelumnya, bahwa adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis merupakan cirri utama pendidikan di sekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah. Kalau kurikulum merupakan syarat mutlak, hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Dapat kita bayangkan, bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di sekolah yang tidak memiliki kurikulum.
Setiap praktik pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan pribadi, kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja. Untuk menyampaikan bahan pelajaran, ataupun mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan metode penyampaian serta alat-alat Bantu tertentu. Untuk menilai hasil dan proses pendidikan, juga diperlukan cara-cara dan alat-alat penilaian tertentu pula. Keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan ajar, metode-alat, dan penilaian merupakan komponen-komponen utama kurikulum. Dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa berlangsung. Interaksi ini tidak berlangsung dalam ruangan hampa, tetapi selalu terjadi dalam lingkungan tertentu, yang mencakup antara lain lingkungan fisik, alam, sosial budaya, ekonomi, politik dan religi.
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan. Demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Menurut Maurits Johnson(1967, hlm,.130) kurikulum “ prescribes (or at least anticipates) the result of in struction“. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan. Disamping kedua fungsi itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni oleh para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi pendidikan.3
C. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum merupakan sebuah proses pembelajaran yang baik dan terencana memiliki target dan tujuan. Perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis isi ke kurikulum berbasis konpetensi yang sekarang dikenal denga KBK atau kurikulum 2004 megakibatkan perubahan paradigma pada proses pembelajaran. Dari apa yang diajarkan (isi) pada apa yang harus dikuasai peserta didik yaitu kompetensi.
Kurikulum berbasis kompetensi tidak hanya menekankan pada isi materi secara substansial, namun format kurikulum lebih menekankan pada kompetensi. Artinya dari pendidikan kurikulum yang pendekatannya berorientasi masukan pelajaran pada pendekatan pendidikan yang berorientasi hasil atau standar kompetensi tersebut.
Pada kurikulum sebelumnya siswa dijadikan obyek dan guru menjadi subyek, tapi pada kurikulum KBK siswa disamping menjadi obyek pendidikan juga beralih fungsi sekaligus sebagai subyek dan guru disamping sebagai subyek adalah sebagai mediator dalam proses belajar mengajar. Maka implikasinya kurikulum KBK mengakibatkan perubahan penilaian.
Penekanan KBK terhadap kompetensi bagi penulis menunjukkan sejauh mana peserta didik kompetensinya dalam menguasai materi yang telah diajarkan. Maka ketercapaiannya terhadap materi yang telah dituntut dalam korikulum tersebut dapat dilakukan dengan membuat standar kompetensi, kompetensi belajar dan indikator.
Menutip pendapatnya Mc. Ahsan dalam Tarsisus Sihono (1997:69) dalam bukunya Abdul Majid, S.Ag. et. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; menyatakan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang diperoleh seseorang untuk dapat melakukan sesuatu dengan baik termasuk menyangkut perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Maka diperoleh kesimpulan, kompetensi merupakan keterampilan, sikap, dan nilai yang harus dimiliki oleh individu (peserta didik) dalam melaksanakan tugas-tugas dengan baik. 4
D. Konsep Dasar Kurikulum Berbaisis Kompetensi
Setiap kurikulum memiliki dasar pemikiran dalam pelaksanaannya agar tidak melenceng dari apa yang sudah ditargetkan dan apa yang sudah menjadi tujuan kurikulum tersebut. Seperti kurikulum berbasis kompetensi untuk meluruskan arah dari tujuan kurikulum KBK maka harus memiliki dasar pemikiran terlebih dahulu.
Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum menurut (Depdiknas, 2002: 1) adalah:
1. kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks
2. kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
3. kompetensi merupakan hasil belajar yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa melalui peoses pembelajaran.
4. kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatru standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur5
E. KBK Korelasinya Dengan PAI
Dalam merespons fenomena yang terjadi pada realitas masa kini manusia berpacu mengembangakan pendidikan disegala ilmu termasuk dalam kehidupan sehari-hari. Namun seiring dengan munculnya krisis multi dimensi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara peranan serta efektifitas agama disekolah sebagai pemberi nilai spiritual pada peserta didik dipertanyakan. Maka berangkat dari hal tersebut agar kurikulum pendidikan agama islam sesuai dengan situasi dan kondisi zaman untuk dapat merespons kehidupan yang kaya problem PAI menghadirkan kurikulum baru yaitu kurikulum yang berbasis KBK. Alasannya mungkin jika pendidikan agama dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakatpun akan lebih baik.
Kurikulum semua bertujuan pada apa yang hendak dicapai. KBK bertujuan untuk tercapainya kompetensi peserta didik dalam menangkap materi yang disampaikan. Sama dengan kurikulum PAI yang berbasis kompetensi juga memiliki tujuan yang sama dengan KBK hanya saja terdapat tambahan kalau KBK untuk berkopetensi dalam mencapai materi yang berpendidikan umum dan orientasinya pada kecerdasan untuk berkompetisi didunia masyarakat setelah siswa keluar (lulus) dari lembaga pendidikan.
Namun pada kurikulum PAI ada hal yang lebih pokok yang memang diharapkan dan bukan hanya dalam target tujuan PAI tapi juga sebagai pendidikan yang lahir dari agama islam diharapkan dapat berkompetensi jasmani dan rohani, artinya berkompetensi dalam hal sikap, skill, pengetahuan secara afektif, kognitif, psikomotorik sesuai dengan ajaran agama islam dalam aspek jasmani.
Namun juga melebihi hal itu berkopetensi dalam aspek rohani mereka mampu berkompetensi untuk mengisi kehidupan atau sebagai bekal untuk akhiratnya, dan aspek kedua ini sangat hirarki dengan aspek pertama. Maka tujuan PAI adalah tercapainya kompetensi keduanya yakni dunia dan akhirat.
Menurut Muhammad al-Munir menjelaskan tujuan pendidikan agama islam (PAI) sebagai berikut :
1. tercapainya manusia seutuhnya, karena islam itu adalah agama yang sempurna.
2. tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat, merupakan tujuan yang seimbang
3. menumbuhkan kesadaran manusia mengabdi, dan takut kepada-Nya.
Landasan Kurikulum KBK Dan PAI
Kurikulum berbasis kompetensi dan kurikulum pendidikan PAI memiliki landasan yang sama berdasarkan negara yang didudukinya, landasan kedua kurikulum tersebut adalah
1. landasan agama
penting landasan agama dalam sebuah kurikulum adalah untuk menjaga agar supaya tidak terjadi penurunan nilai-nilai agama dan norma-norma sosial yang selalu diagungkan oleh indonesia.
2. landasan filosofis
pendidikan bertujuan untuk mendidik manusia yang ”baik” apakah yang dimaksud dengan “baik” pada hakikatnya maka hal itu harus berorientasi pada filsafat yang dijadikan dasar dan landasan dalam kurikulum.
3. landasan psikologis
landasan psikis memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta cara belajar agar bahan yang diberikan dapat dicerna dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangan.
4. landasan sosiologis
landasan ini memberikan dasar untuk menentukan hal-hal yang akan dipelajari peserta didik sesuai kebutuhan masyarakat, kebudayaan dan perkembangan IPTEK dan teknologi. Karena anak didik tidak hidup sendiri, tapi hidup dalam dunia bermasyarakat untuk itu
5. landasan sains dan teknologi
landasan ini dimaksudkan untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.
Perlu di ketahui bersama bahwa dengan terealisasinya kurikulum berbasis kompetensi munjul kembali waca tentang kurikulum yang merupakan pelengkap dari KBK, yaitu kurikulum tingkat satu pendidikan KTSP ( sebagai evaluasi dari kurikulum KBK)6
IV. Kesimpulan
1. Dalam suatu negara bisa berkembang apabila pendidikan di dalam cukup baik, karana pendidikan merupakan salah satu faktor penentu, dalam negara-negara maju yang pertama kali mereka titik tekankan adalah bagaimana pendidikan itu berkembang, salah satu cara mereka mengembangkan kurikulum, karna pendidikan bisa berkembang apanbila kurikulumnya itu baik karna krikukulum meliputi rencana, tujuan, isi, organisasi, strategi. Dalam pendidikan.
2. Kurikulum merupakan sebuah proses pembelajaran yang baik dan terencana memiliki target dan tujuan. Perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis isi ke kurikulum berbasis konpetensi yang sekarang dikenal dengan KBK atau kurikulum 2004 megakibatkan perubahan paradigma pada proses pembelajaran. Dari apa yang diajarkan (isi) pada apa yang harus dikuasai peserta didik yaitu kompetensi.
3. Kaitannya kurikulum berbasis kompetensi ini dengan PAI ada hal yang lebih pokok yang memang diharapkan dan bukan hanya dalam target tujuan PAI tapi juga sebagai pendidikan yang lahir dari agama islam diharapkan dapat berkompetensi jasmani dan rohani, artinya berkompetensi dalam hal sikap, skill, pengetahuan secara afektif, kognitif, psikomotorik sesuai dengan ajaran agama islam dalam aspek jasmani.
V. Penutup
Demikian makalah ini saya buat, mudah-mudahan makalah yang singkat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Dan dapat menambah ilmu pengetahuan kita. Tentunya makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu, masukan yang membangun sangat kita butuhkan.


DAFTAR PUSTAKA
- Max Darsono, Hand out Pengembangan Kurikulum, Semarang, 1995, FIP IKIP
- Majid, et, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005.
- Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Bandung:1997, Remaja Rosdakarya
- Rodiyah, Makalah; Konsep Dan Fungsi Kurikulum. Jember, 2005.
- Tambunan, Makalah; Perspektif Kurikulum Pendidikan Indonesia Pada Tahun 2005, jember, 2007.


Klik aku di sini: